*
Rangga masuk ke ruang rawat Tania tanpa suara dan menutup pintu
ruangan itu secara perlahan. Tania yang tadi tengah fokus kepada sebuah
novel yang di bacanya pun menutup buku novel itu dan menaruhnya di atas
meja di samping brankarnya. Matanya kini memperhatikan Rangga yang
tengah berjalan ke arahnya. Segurat senyum ceria kini muncul di bibir
mungil Tania.
"Eh lo, malem-malem gini ngapain ngeluyur ke rumah sakit?" Tanya
Tania. Rangga kini duduk di bangku yang berada di sebelah brankar Tania
dan menatap Tania dengan tatapan jengkelnya. Pake nanya lagi Tania si
Rangga mau ngapain. Ya mau numpang ngamen lah di sana! Haha oke
#RanggaOraPopo.
"Mau nengok penghuni rumah sakit nih! Kangen gue ga dapet kabar dari
dia hari ini. Masa udah ratusan kali gue coba telpon, tapi ga.... di
angkat-angkat dan yang jawabnya tuh operator yang ba to the wel pake
banget! Sibuk sekali kah itu orang?" Jawab Rangga sedikit menyindir
sambil melirik Tania sinis. Lirikan ini hanya berpura-pura oke? Tania
saja cekikikan di lihatin sama Rangga kayak gitu.
"Ah elo mah, Ngga.. Tadi gue emang ngobrol intens banget sama Mia
jadi ga bisa di ganggu.. Biasa urusan cewek!" Jawab Tania mengedipkan
sebelah matanya. Rangga berpura-pura seolah geli mendapat kedipan Tania.
"Idih.. Taulah-tau urusan cewek sih paling nge-gosip, ngomongin
masalah make-up, barang-barang brenditz, kalo enggak ya cowok ganteng
kayak gue gini.." Ujar Rangga dengan raut wajah sok'nya sambil mengambil
apel yang berada di sana dan langsung menggigitnya.
"Pede banget lo! Itu lagi, apel gue pake di makan segala." Sewot
Tania sesudah terlebih dahulu Ia menoyor kepala Rangga pelan. Yang di
toyor bukannya marah tetapi malah menjulurkan lidahnya tanda mengejek
Tania sambil terus melahap buah apel yang di pegangnya.
"Eh Tan, btw kenapa lo tadi ga angkat telepon gue?"
"Gue aja kagak tau dimana handphone gue berada. Biarin lah!"
"Sok kaya banget ya lo."
"Emang gue kaya!" Jawab Tania dengan gaya sombongnya. Rangga hanya
diam tanpa meladeni ucapan Tania dan terus melahap buah apel yang di
pegangnya hingga kini sudah habis hanya bijinya saja yang tersisa.
"Ngga.."
"Apa?" Jawab Rangga menatap Tania lalu mengambil botol air mineral
yang berada di sana dan melepas segelnya lalu menenggaknya hingga
setengah botol.
"Gue minta maaf ya.."
"Minta maaf untuk?" Tanya Rangga menatap Tania sambil mengangkat
sebelah alisnya heran. Pasalnya, jarang sekali Tania meminta maaf dalam
keadaan seperti ini.
"Untuk semuanya.. Makasih ya lo udah jadi sahabat gue yang pualing
baik. Makasih udah selalu ada di samping gue di saat gue bener-bener
butuh sandaran. Makasih juga lo udah mau berbagi seneng-sedihnya lo sama
gue bareng-bareng. Lo emang best friend banget! Gue ga akan lupain lo!"
Tania. Ia berbicara dengan tatapan teduhnya menatap Rangga yang tengah
memperhatikannya. Tania tersenyum sangat manis sambil mengucapkan
perkataannya tadi. Rangga kini tersenyum, Ia meraih kedua telapak tangan
Tania lalu menggenggamnya erat. Tania kini bangun dari berbaringnya dan
duduk di atas brankarnya.
"Sama-sama cewek cengeng! Makasih banyak juga dari gue buat lo..
Banyak kata yang ga bisa gue ungkapin ke lo selama persahabatan kita ini
terjalin. Yang pasti, lo satu-satunya sahabat gue yang ngerti banget
gimana kondisi gue. Terimakasih, Tan.." Rangga. Tania tersenyum haru.
Tanpa aba-aba, Tania langsung memeluk Rangga erat. Membenamkan wajah
cantiknya ke arah bahu sebelah kiri Rangga. Rangga pun sama, Ia
membenamkan wajah tampannya di antara bahu dan leher jenjang Tania.
Sedikit isakan tangis terdengar di sana, ternyata bunyi itu berasal dari
bibir mungil Tania.
"Jangan nangis.." Lirih Rangga dalam pelukan mereka.
"Gue terharu ya.. Gue seneng.. Biarin aja air mata ini turun, oke?"
Tania. Rangga kini makin mengeratkan pelukannya pada tubuh Tania.
"Jangan tinggalin gue ya, Tania.. Gue gatau jadi apa hari-hari gue
kalo ga ada lo.." Lirih Rangga lagi. Tania kini semakin membenamkan
wajahnya di bahu Rangga. Ia kini menangis, tapi tak mengeluarkan suara.
"Justru gue begini karena gue bakal ninggalin lo entah sampai kapan,
Ngga.. Maafin gue ya nanti.. Gue harap, lo jangan benci gue suatu saat
nanti.. Di waktu itu.." Ujar Tania dalam hati. Ia tak bisa mengungkapkan
isi hatinya dan rencananya di esok hari untuk saat ini. Ia tak mampu.
Biarkan saja waktu yang memberitahukan kepada Rangga secara lambat laun.
"Love you, Tan.." Lirih Rangga untuk kesekian kalinya di dalam
pelukan ini. Tania kembali memejamkan matanya. Cinta? Paling sebagai
sahabat bukan? Namun, pasti kata-kata ini akan selalu tergiang di dalam
telinga Tania suatu saat nanti. Entah kapan, yang pasti, pada saat Tania
sudah meninggalkan Rangga. Maafkan sahabatmu ini, Ngga~
*
Siang hari ini sangat terik sekali sinarnya. Suhu panasnya pun
sangat menyengat kulit membuat keringat pasti akan selalu bercucuran.
Termasuk pria tampan yang tengah berjalan di koridor kampusnya, Rangga.
Ia kini akan menuju kelasnya siang ini karena jadwal kuliahnya adalah
siang. Sesekali Rangga mengelap keringat yang bercucuran di wajah dan
lehernya dengan sapu tangan berwarna biru muda yang di genggamnya saat
ini. Sapu tangan pemberian Tania saat hari ulang tahunnya di tahun
kemarin. Memang kadonya tak seberapa, namun entah mengapa ini sangat
spesial sekali bagi seorang Rangga.
Rangga kini masuk ke dalam kelasnya, kelasnya masih cukup sepi.
Padahal setengah jam lagi akan di mulai pembelajaran. Rangga duduk di
deretan kedua dari pintu dan duduk di kursi paling depan. Rangga
teringat pada satu sosok yang selalu berada di pikirannya akhir-akhir
ini. Rangga lalu mengambil handphonenya yang berada di saku jeans
hitamnya lalu sedikit membuat rangkaian angka di atas layar touch itu
dan langsung menghubunginya dengan menekan tanda calling di sana.
Sedikit lama Rangga menempelkan handphone itu di telinga kanannya lalu
kembali melepasnya.
"Handphonenya kenapa sih? Gatau ini orang penasaran sama
keadaannya." Dumel Rangga. Ia kini kembali memasukkan handphonenya ke
dalam saku jeans nya lalu mulai membuka buku tebal yang tadi Ia ambil di
dalam tasnya.
*
Tania kini duduk sambil menatap ke arah jendela besar yang berada di
sampingnya. Saat ini, Ia tengah berada di ruang tunggu dimana
orang-orang akan pergi ke suatu daerah menggunakan kendaraan yang bisa
terbang menembus awan. Handphonenya sejak tadi bergetar di dalam saku
jeans yang di pakai Tania tetapi tak di hiraukan olehnya. Tania menatap
jendela itu dengan mata berkaca-kaca. Fikirannya tertuju kepada
seseorang. Seseorang yang akan di tinggalkannya mulai saat ini hingga
entah sampai kapan.
"Tania.." Tania mengalihkan pandangannya menatap ke sebelah
kanannya. Di sana sang mamih tengah menatapnya dengan tatapan teduh
sebagaimana seorang ibu menyayangi anaknya sambil tersenyum tulus.
"Kamu kenapa?" Tanya Kania sambil mengusap puncak kepala putrinya lembut. Tania menggelengkan kepalanya tanda Ia tidak apa-apa.
"Kamu bohong?"
"I'm so serious, Mam."
"Oke kalo gitu. Senyum dong jangan murung terus. Ga enak banget
liatnya. Wajah kamu yang cantik juga jadi keliatan jelek loh!" Gurau
Kania. Tania kini mengeluarkan senyum khasnya. Kania tersenyum dan kini
mengusap pipi putri semata wayangnya penuh kasih sayang.
"Kamu udah kabarin Rangga Tan kalo kamu akan pergi? Kok tadi dia ga
nganterin kita?" Tanya Kania membuat senyum yang tadi di ulum Tania
secara manis kini menyurut kembali menjadi raut datar.
"Hmmm.. Udah mah, udah.. Hehe cuma tadi kata Rangga dia ga bisa
soalnya urusan kampusnya lagi sibuk banget.." Jawab Tania lalu
mengembangkan senyumnya kembali. Yang pasti, senyum ini lebih di
paksakan dari senyum sebelumnya yang memang keduanya adalah senyum
palsu.
"Oh gitu.." Kania. Tania menghela nafas perlahan lalu kembali menatap jendela besar di sampingnya.
"Raga aku memang pergi.. Bukan berarti jiwa aku juga pergi. Kalau
kamu peka, rasa ini belum pergi. Ia masih merekat, merekat erat di hati
kamu. Terimakasih untuk semua, semua jejak kehidupan yang kamu berikan
sama aku. Jejak yang sudah kita ukir bersama, walau sering terhapus di
makan waktu. Aku yakin, bila jejak itu masih bisa di lihat oleh takdir
yang memihak kita. Aku kembali, dan akan mulai berjuang. Berjuang untuk
dapatkan kamu walau kita sudah di pisahkan oleh keadaan. Love you,
Rangga~"
*
"Loh sus, ruangan ini kemana pasiennya?" Tanya Rangga panik sambil bertanya kepada seorang perawat yang lewat di hadapannya.
"Mas belum tau, pasien di sini sudah pulang dari tadi pagi." Jawab perawat itu. Rangga mengernyitkan keningnya bingung.
"Pulang? Oke deh makasih ya, sus."
"Sama-sama mas, ya sudah saya pergi dulu. Mari.." Ujar perawat itu
di iringi senyumnya. Rangga menganggukkan kepalanya dan kembali menatap
ruangan rawat Tania yang sudah kosong itu dengan bingung. Memang, sore
ini Rangga kembali datang ke Rumah Sakit ini dengan berniat seperti
biasa untuk menjenguk Tania. Namun saat ini? Ruangan sudah kosong tak
berpenghuni.
Rangga menutup pintu ruangan itu dan berjalan menuju pintu keluar
Rumah Sakit ini dengan langkah sedikit terburu. Setelah sampai di area
parkir, Ia langsung berjalan menuju mobilnya dan masuk ke mobilnya lalu
mengemudikan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi.
"Entah kenapa, perasaan gue ga enak kali ini." Lirih Rangga dalam hati sambil terus mengemudi mobil sport kesayangannya.
Rangga telah sampai di kediaman keluarga Rays. Langsung saja Rangga
berlari menghampiri pintu besar berwarna coklat itu. Rangga mengetuknya
dengan tempo cepat dan keras membuat bunyi ketukan itu sangat nyaring.
Tak lama, seorang pelayan wanita membuka pintu itu secara perlahan.
"Dimana Tania?" Tanya Rangga secara tiba-tiba. Memang ini tak sopan, tapi Rangga tak bisa menahan kekhawatirannya terlalu lama.
"Tania? Memang den Rangga tidak tahu? Tania beserta nyonya dan tuan
akan pergi ke Amerika hari ini." Ujar pelayan wanita paruh baya itu
membuat Rangga membulatkan matanya terkejut.
"Ibu jangan bohong! Serius Tania pergi? Pergi waktu kapan, Bu?"
Tanya Rangga. Lihatlah! Kedua matanya sudah berkaca-kaca. Sungguh,
Rangga tak mau di tinggal oleh Tania.
"Non Tania memang tak datang ke rumah ini. Namun tuan dan nyonya
pergi sejak pagi tadi." Ujar pelayan itu membuat Rangga menggelengkan
kepalanya tak percaya. Tanpa pamit terlebih dahulu, Rangga langsung
berlari meninggalkan tempat ini menuju mobilnya yang masih terparkir di
halaman rumah megah ini.
*
Rangga mengemudikan mobilnya dalam kecepatan tinggi. Sangat
beruntung sekali saat ini karena jalanan tidak terlalu macet parah.
Perjalanan dengan kecepatan tinggi itu akhirnya memakan waktu 15 menit
dengan kendaraan pribadinya. Setelah memarkirkan mobil sportnya di area
parkir, Rangga langsung saja berlari memasuki area Bandara dan mencari
letak terminal 2F dimana Tania beserta keluarganya akan pergi melewati
tempat itu. Rangga sudah sampai di sana, Ia kini melihat papan layar
yang menampilkan jadwal penerbangan untuk hari ini. Seketika tubuh
Rangga pun melemas. Pesawat yang Tania tumpangi ternyata sudah take off
semenjak 15 menit yang lalu.
"Tania.. Kenapa kamu pergi? Kamu kenapa pergi di saat hati ini mulai
sepenuhnya milik kamu, Tan.." Lirih Rangga dalam hati. Ia kini mengusap
wajahnya kasar lalu dengan berjalan lesu Ia mulai meninggalkan tempat
itu.
"Aku yakin. Jika kita berjodoh. Kita akan bertemu kembali. Kita akan di satukan oleh waktu. Love you, Tania~"
To Be Continue
Hai! *muncul keluar asep*
Maap ya yang udah nungguin cerita ini sampe karatan, lumutan, cacingan, nagaan :O
Gimana tuh Tanianya pergi? Huhu Rangganya buat gue aja yaa? :3
Maaf makin ancur kawan dan maaf juga typo(s)!
Beberapa part menjelang END :))
@MJenii_18
No comments:
Post a Comment