Thursday, April 24, 2014

Tak Akan Terganti | Mini Story's Rangga and Tania | Chapter 8 (Beberapa Chapter Menuju Akhir Kisah).

*


Rangga masuk ke ruang rawat Tania tanpa suara dan menutup pintu ruangan itu secara perlahan. Tania yang tadi tengah fokus kepada sebuah novel yang di bacanya pun menutup buku novel itu dan menaruhnya di atas meja di samping brankarnya. Matanya kini memperhatikan Rangga yang tengah berjalan ke arahnya. Segurat senyum ceria kini muncul di bibir mungil Tania.

"Eh lo, malem-malem gini ngapain ngeluyur ke rumah sakit?" Tanya Tania. Rangga kini duduk di bangku yang berada di sebelah brankar Tania dan menatap Tania dengan tatapan jengkelnya. Pake nanya lagi Tania si Rangga mau ngapain. Ya mau numpang ngamen lah di sana! Haha oke #RanggaOraPopo.

"Mau nengok penghuni rumah sakit nih! Kangen gue ga dapet kabar dari dia hari ini. Masa udah ratusan kali gue coba telpon, tapi ga.... di angkat-angkat dan yang jawabnya tuh operator yang ba to the wel pake banget! Sibuk sekali kah itu orang?" Jawab Rangga sedikit menyindir sambil melirik Tania sinis. Lirikan ini hanya berpura-pura oke? Tania saja cekikikan di lihatin sama Rangga kayak gitu.

"Ah elo mah, Ngga.. Tadi gue emang ngobrol intens banget sama Mia jadi ga bisa di ganggu.. Biasa urusan cewek!" Jawab Tania mengedipkan sebelah matanya. Rangga berpura-pura seolah geli mendapat kedipan Tania.

"Idih.. Taulah-tau urusan cewek sih paling nge-gosip, ngomongin masalah make-up, barang-barang brenditz, kalo enggak ya cowok ganteng kayak gue gini.." Ujar Rangga dengan raut wajah sok'nya sambil mengambil apel yang berada di sana dan langsung menggigitnya.

"Pede banget lo! Itu lagi, apel gue pake di makan segala." Sewot Tania sesudah terlebih dahulu Ia menoyor kepala Rangga pelan. Yang di toyor bukannya marah tetapi malah menjulurkan lidahnya tanda mengejek Tania sambil terus melahap buah apel yang di pegangnya.

"Eh Tan, btw kenapa lo tadi ga angkat telepon gue?"

"Gue aja kagak tau dimana handphone gue berada. Biarin lah!"

"Sok kaya banget ya lo."

"Emang gue kaya!" Jawab Tania dengan gaya sombongnya. Rangga hanya diam tanpa meladeni ucapan Tania dan terus melahap buah apel yang di pegangnya hingga kini sudah habis hanya bijinya saja yang tersisa.

"Ngga.."

"Apa?" Jawab Rangga menatap Tania lalu mengambil botol air mineral yang berada di sana dan melepas segelnya lalu menenggaknya hingga setengah botol.

"Gue minta maaf ya.."

"Minta maaf untuk?" Tanya Rangga menatap Tania sambil mengangkat sebelah alisnya heran. Pasalnya, jarang sekali Tania meminta maaf dalam keadaan seperti ini.

"Untuk semuanya.. Makasih ya lo udah jadi sahabat gue yang pualing baik. Makasih udah selalu ada di samping gue di saat gue bener-bener butuh sandaran. Makasih juga lo udah mau berbagi seneng-sedihnya lo sama gue bareng-bareng. Lo emang best friend banget! Gue ga akan lupain lo!" Tania. Ia berbicara dengan tatapan teduhnya menatap Rangga yang tengah memperhatikannya. Tania tersenyum sangat manis sambil mengucapkan perkataannya tadi. Rangga kini tersenyum, Ia meraih kedua telapak tangan Tania lalu menggenggamnya erat. Tania kini bangun dari berbaringnya dan duduk di atas brankarnya.

"Sama-sama cewek cengeng! Makasih banyak juga dari gue buat lo.. Banyak kata yang ga bisa gue ungkapin ke lo selama persahabatan kita ini terjalin. Yang pasti, lo satu-satunya sahabat gue yang ngerti banget gimana kondisi gue. Terimakasih, Tan.." Rangga. Tania tersenyum haru. Tanpa aba-aba, Tania langsung memeluk Rangga erat. Membenamkan wajah cantiknya ke arah bahu sebelah kiri Rangga. Rangga pun sama, Ia membenamkan wajah tampannya di antara bahu dan leher jenjang Tania. Sedikit isakan tangis terdengar di sana, ternyata bunyi itu berasal dari bibir mungil Tania.

"Jangan nangis.." Lirih Rangga dalam pelukan mereka.

"Gue terharu ya.. Gue seneng.. Biarin aja air mata ini turun, oke?" Tania. Rangga kini makin mengeratkan pelukannya pada tubuh Tania.

"Jangan tinggalin gue ya, Tania.. Gue gatau jadi apa hari-hari gue kalo ga ada lo.." Lirih Rangga lagi. Tania kini semakin membenamkan wajahnya di bahu Rangga. Ia kini menangis, tapi tak mengeluarkan suara.

"Justru gue begini karena gue bakal ninggalin lo entah sampai kapan, Ngga.. Maafin gue ya nanti.. Gue harap, lo jangan benci gue suatu saat nanti.. Di waktu itu.." Ujar Tania dalam hati. Ia tak bisa mengungkapkan isi hatinya dan rencananya di esok hari untuk saat ini. Ia tak mampu. Biarkan saja waktu yang memberitahukan kepada Rangga secara lambat laun.

"Love you, Tan.." Lirih Rangga untuk kesekian kalinya di dalam pelukan ini. Tania kembali memejamkan matanya. Cinta? Paling sebagai sahabat bukan? Namun, pasti kata-kata ini akan selalu tergiang di dalam telinga Tania suatu saat nanti. Entah kapan, yang pasti, pada saat Tania sudah meninggalkan Rangga. Maafkan sahabatmu ini, Ngga~


*
Siang hari ini sangat terik sekali sinarnya. Suhu panasnya pun sangat menyengat kulit membuat keringat pasti akan selalu bercucuran. Termasuk pria tampan yang tengah berjalan di koridor kampusnya, Rangga. Ia kini akan menuju kelasnya siang ini karena jadwal kuliahnya adalah siang. Sesekali Rangga mengelap keringat yang bercucuran di wajah dan lehernya dengan sapu tangan berwarna biru muda yang di genggamnya saat ini. Sapu tangan pemberian Tania saat hari ulang tahunnya di tahun kemarin. Memang kadonya tak seberapa, namun entah mengapa ini sangat spesial sekali bagi seorang Rangga.

Rangga kini masuk ke dalam kelasnya, kelasnya masih cukup sepi. Padahal setengah jam lagi akan di mulai pembelajaran. Rangga duduk di deretan kedua dari pintu dan duduk di kursi paling depan. Rangga teringat pada satu sosok yang selalu berada di pikirannya akhir-akhir ini. Rangga lalu mengambil handphonenya yang berada di saku jeans hitamnya lalu sedikit membuat rangkaian angka di atas layar touch itu dan langsung menghubunginya dengan menekan tanda calling di sana. Sedikit lama Rangga menempelkan handphone itu di telinga kanannya lalu kembali melepasnya.

"Handphonenya kenapa sih? Gatau ini orang penasaran sama keadaannya." Dumel Rangga. Ia kini kembali memasukkan handphonenya ke dalam saku jeans nya lalu mulai membuka buku tebal yang tadi Ia ambil di dalam tasnya.


*
Tania kini duduk sambil menatap ke arah jendela besar yang berada di sampingnya. Saat ini, Ia tengah berada di ruang tunggu dimana orang-orang akan pergi ke suatu daerah menggunakan kendaraan yang bisa terbang menembus awan. Handphonenya sejak tadi bergetar di dalam saku jeans yang di pakai Tania tetapi tak di hiraukan olehnya. Tania menatap jendela itu dengan mata berkaca-kaca. Fikirannya tertuju kepada seseorang. Seseorang yang akan di tinggalkannya mulai saat ini hingga entah sampai kapan.

"Tania.." Tania mengalihkan pandangannya menatap ke sebelah kanannya. Di sana sang mamih tengah menatapnya dengan tatapan teduh sebagaimana seorang ibu menyayangi anaknya sambil tersenyum tulus.

"Kamu kenapa?" Tanya Kania sambil mengusap puncak kepala putrinya lembut. Tania menggelengkan kepalanya tanda Ia tidak apa-apa.

"Kamu bohong?"

"I'm so serious, Mam."

"Oke kalo gitu. Senyum dong jangan murung terus. Ga enak banget liatnya. Wajah kamu yang cantik juga jadi keliatan jelek loh!" Gurau Kania. Tania kini mengeluarkan senyum khasnya. Kania tersenyum dan kini mengusap pipi putri semata wayangnya penuh kasih sayang.

"Kamu udah kabarin Rangga Tan kalo kamu akan pergi? Kok tadi dia ga nganterin kita?" Tanya Kania membuat senyum yang tadi di ulum Tania secara manis kini menyurut kembali menjadi raut datar.

"Hmmm.. Udah mah, udah.. Hehe cuma tadi kata Rangga dia ga bisa soalnya urusan kampusnya lagi sibuk banget.." Jawab Tania lalu mengembangkan senyumnya kembali. Yang pasti, senyum ini lebih di paksakan dari senyum sebelumnya yang memang keduanya adalah senyum palsu.

"Oh gitu.." Kania. Tania menghela nafas perlahan lalu kembali menatap jendela besar di sampingnya.

"Raga aku memang pergi.. Bukan berarti jiwa aku juga pergi. Kalau kamu peka, rasa ini belum pergi. Ia masih merekat, merekat erat di hati kamu. Terimakasih untuk semua, semua jejak kehidupan yang kamu berikan sama aku. Jejak yang sudah kita ukir bersama, walau sering terhapus di makan waktu. Aku yakin, bila jejak itu masih bisa di lihat oleh takdir yang memihak kita. Aku kembali, dan akan mulai berjuang. Berjuang untuk dapatkan kamu walau kita sudah di pisahkan oleh keadaan. Love you, Rangga~"


*
"Loh sus, ruangan ini kemana pasiennya?" Tanya Rangga panik sambil bertanya kepada seorang perawat yang lewat di hadapannya.

"Mas belum tau, pasien di sini sudah pulang dari tadi pagi." Jawab perawat itu. Rangga mengernyitkan keningnya bingung.

"Pulang? Oke deh makasih ya, sus."

"Sama-sama mas, ya sudah saya pergi dulu. Mari.." Ujar perawat itu di iringi senyumnya. Rangga menganggukkan kepalanya dan kembali menatap ruangan rawat Tania yang sudah kosong itu dengan bingung. Memang, sore ini Rangga kembali datang ke Rumah Sakit ini dengan berniat seperti biasa untuk menjenguk Tania. Namun saat ini? Ruangan sudah kosong tak berpenghuni.

Rangga menutup pintu ruangan itu dan berjalan menuju pintu keluar Rumah Sakit ini dengan langkah sedikit terburu. Setelah sampai di area parkir, Ia langsung berjalan menuju mobilnya dan masuk ke mobilnya lalu mengemudikan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi.

"Entah kenapa, perasaan gue ga enak kali ini." Lirih Rangga dalam hati sambil terus mengemudi mobil sport kesayangannya.

Rangga telah sampai di kediaman keluarga Rays. Langsung saja Rangga berlari menghampiri pintu besar berwarna coklat itu. Rangga mengetuknya dengan tempo cepat dan keras membuat bunyi ketukan itu sangat nyaring. Tak lama, seorang pelayan wanita membuka pintu itu secara perlahan.

"Dimana Tania?" Tanya Rangga secara tiba-tiba. Memang ini tak sopan, tapi Rangga tak bisa menahan kekhawatirannya terlalu lama.

"Tania? Memang den Rangga tidak tahu? Tania beserta nyonya dan tuan akan pergi ke Amerika hari ini." Ujar pelayan wanita paruh baya itu membuat Rangga membulatkan matanya terkejut.

"Ibu jangan bohong! Serius Tania pergi? Pergi waktu kapan, Bu?" Tanya Rangga. Lihatlah! Kedua matanya sudah berkaca-kaca. Sungguh, Rangga tak mau di tinggal oleh Tania.

"Non Tania memang tak datang ke rumah ini. Namun tuan dan nyonya pergi sejak pagi tadi." Ujar pelayan itu membuat Rangga menggelengkan kepalanya tak percaya. Tanpa pamit terlebih dahulu, Rangga langsung berlari meninggalkan tempat ini menuju mobilnya yang masih terparkir di halaman rumah megah ini.


*
Rangga mengemudikan mobilnya dalam kecepatan tinggi. Sangat beruntung sekali saat ini karena jalanan tidak terlalu macet parah. Perjalanan dengan kecepatan tinggi itu akhirnya memakan waktu 15 menit dengan kendaraan pribadinya. Setelah memarkirkan mobil sportnya di area parkir, Rangga langsung saja berlari memasuki area Bandara dan mencari letak terminal 2F dimana Tania beserta keluarganya akan pergi melewati tempat itu. Rangga sudah sampai di sana, Ia kini melihat papan layar yang menampilkan jadwal penerbangan untuk hari ini. Seketika tubuh Rangga pun melemas. Pesawat yang Tania tumpangi ternyata sudah take off semenjak 15 menit yang lalu.

"Tania.. Kenapa kamu pergi? Kamu kenapa pergi di saat hati ini mulai sepenuhnya milik kamu, Tan.." Lirih Rangga dalam hati. Ia kini mengusap wajahnya kasar lalu dengan berjalan lesu Ia mulai meninggalkan tempat itu.

"Aku yakin. Jika kita berjodoh. Kita akan bertemu kembali. Kita akan di satukan oleh waktu. Love you, Tania~"











To Be Continue


Hai! *muncul keluar asep*
Maap ya yang udah nungguin cerita ini sampe karatan, lumutan, cacingan, nagaan :O
Gimana tuh Tanianya pergi? Huhu Rangganya buat gue aja yaa? :3
Maaf makin ancur kawan dan maaf juga typo(s)!
Beberapa part menjelang END :))


@MJenii_18

No comments:

Post a Comment