Meski waktu datang
dan berlalu
Sampai kau tiada bertahan
Semua takkan mampu mengubahku
Hanyalah kau yang ada di relungku
Hanyalah dirimu
Mampu membuatku jatuh dan mencinta
Kau bukan hanya sekedar indah
Kau tak akan terganti
---
Rangga langsung
berlari keluar rumahnya setelah mendapat telepon dari pembantu rumah Tania
bahwa Tania mengamuk kembali. Tanpa peduli dengan kondisi tubuhnya yang lelah
karena baru saja pulang dari aktivitas belajarnya di Kampus kini Ia langsung
masuk kedalam mobilnya dan pergi mengendarai mobilnya agar cepat sampai di
rumah Tania karena hanya Rangga yang dapat menenangkan Tania. Kalau Rangga tak
cepat kesana, bisa-bisa terjadi sesuatu yang tak di inginkan oleh kita semua.
Rangga
Dewamoela Soekarta, pemuda
berparas tampan buah cinta dari pengusaha kaya raya Rully Soekarta dan Yudith
ini memang bertanggung jawab besar atas keadaan Tania. Mahasiswa jurusan
psikologi semester 8 di universitas Tara ini memang di percayakan oleh
keluarga Rays untuk menjaga Tania yang tengah dalam keadaan seperti ini.
Keluarga Soekarta dan Soebrata ini memang sudah sangat kenal
dekat bahkan seperti keluarga kandung. Kedua orang tua Rangga dan Tania memang
sangat sibuk sekali. Mungkin sekitar dua bulan sekali mereka menjenguk anak
mereka di negara ini. Rangga dan Tania memang bersahabat sejak mereka kecil.
Jadi tak heran bila Rangga bersedia atas tanggung jawab penuhnya dalam
mengawasi Tania karena Rangga, sayang sekali sama Tania.
Tania Safira
Rays Soebrata. Putri
tunggal dari pasangan Alan Rays Soebrata dan Kania Nafasya Soenta
ini memang tengah sakit. Bukan sakit fisik melainkan psikis. Kejadian ini
berawal 2 bulan yang lalu. Saat itu, Tania meminta kekasihnya datang dengan
cepat ke rumahnya. Gio Ananta Hernandes, inilah pria yang menjadi
kekasih Tania sejak mereka kelas 1 SMA hingga waktu itu mereka kuliah di
universitas yang sama dengan Rangga di semester 8 jurusan Bisnis Management.
Tania ini memang tipikal gadis yang tidak mau menunggu dan tergolong gadis
cukup manja, jadi saat itu Gio yang tak mau kekasihnya marah itu pun dengan
terburu-buru mengemudi mobilnya dengan kecepatan sangat tinggi melewati jalan
raya yang cukup sepi kala itu. Tak di sangka, ada sebuah mobil Honda Jazz yang
di kemudikan dengan kecepatan sangat tinggi juga oleh seorang lelaki yang
tengah mabuk. Alhasil karena mobil yang di kemudikan oleh lelaki mabuk itu
menggunakan arus jalan yang berlawanan yang juga jalur dari mobil Gio itu pun
dengan sangat keras menabrak mobil Gio. Tak ada yang selamat dalam peristiwa ini.
Tania pun di sini yang sangat mencintai Gio tak ikhlas bila Gio meninggalkan
nya secepat itu. Tak ketinggalan juga Gio meninggal di kala Tania menyuruhnya
buru-buru untuk sampai di rumahnya menyebabkan Tania merasa sangat bersalah dan
akhirnya frustasi seperti ini karena terus memikirkan Gio dan kesalahannya.
Padahal, pihak keluarga Gio tak menyalahkan Tania dan mereka ikhlas Gio pergi
meninggalkan mereka karena mungkin ini sudah takdir. Namun Tania tetap
menyalahkan dirinya.
Rangga, dia
hadir sebagai sahabat yang sangat baik untuk Tania sejak dahulu mereka kecil.
Kedua orang tua Tania tak bisa terus mengawasi Tania karena mereka punya
kesibukan yang lain. Mereka bukan jahat atau tak perduli. Mereka punya tanggung
jawab lain dan harus profesional dalam urusan mereka. Rangga yang memang selalu
berada di sisi Tania dan juga memiliki ilmu psikologi yang cukup mumpuni ini
pun di percayakan oleh keluarga Rays untuk merawat putri semata wayang mereka
ini.
Rangga telah
sampai di halaman rumah mewah keluarga Rays. Rangga langsung saja
berlari setelah Ia keluar dari mobilnya dan Rangga langsung saja memasuki rumah
mewah ini yang kebetulan pintunya terbuka. Selama Rangga berlari memasuki rumah
mewah ini memang teriakan histeris Tania cukup terdengar nyaring di segala
penjuru. Rangga langsung menapaki setiap anak tangga di rumah ini dengan
nafasnya yang tersengal-sengal. Mengatur nafasnya perlahan setelah Ia sampai di
depan kamar Tania yang terbuka pintunya. Memang di dalam sana, Tania tengah
teriak histeris dengan air mata dan rambut acak-acakan dan di sana bik Inem,
pembantu rumah tangga keluarga ini juga menangis sambil memeluk Tania yang
tengah meronta-ronta ingin turun dari tempat tidurnya. Memang dalam menangani
yang seperti ini, Rangga harus butuh ketenangan. Tak boleh Ia tersengal-sengal
atau seperti keadaannya yang seperti ini. Rangga menarik nafasnya beberapa
kali, lalu dengan langkah cepatnya Ia kini memasukki kamar nuansa hijau milik
sahabat kecilnya ini. Rangga meminta Bik Inem untuk keluar dari kamar dan Bik
Inem pun menurut. Lalu Rangga langsung memegang kedua bahu Tania dan menatap
wajah cantik alami sahabatnya yang tengah menangis.
“Tan..
Tania..”
“Hiks..
Lepas! Lepas! Gue mau ketemu sama Gio! Hiks.. gue pengen minta maaf sama Gio!”
“Iya nanti lo
ketemu sama Gio.. sekarang lo diem dulu.” Ujar Rangga lembut dan tetap memegang
kedua bahu Tania. Memang harus butuh tenaga ekstra dan kesabaran untuk saat ini
karena Tania sangat tak mau diam dan meronta untuk di lepaskan.
“Gak! Awas,
Ngga.. hiks gue mau ketemu sama Gio.. hiks Ngga..” Histeris Tania.
“Iya gue tau
lo pengen ketemu sama Gio. Tapi sadar Tan, Gio udah beda alam sama kita. Gio
udah di panggil Tuhan.. lo harus ikhlas sama semua ini. Lo ga mau kan liat Gio
sedih? Tapi ini, Dia malah sedih liat lo yang kaya gini, Tan..” Rangga. Tania
kini tetap menangis sambil menatap Rangga. Memang selalu seperti ini, Tania
akan diam apabila Rangga tengah menasehatinya. Entah mengapa, suara Rangga yang
pelan, halus, namun bermakna nasehat ini bisa menenangkan Tania yang tadi
sangat histeris dan tak mau diam.
“Lo bohong!
Dia marah sama gue! Dia marah soalnya gara-gara gue, dia meninggal! Hiks gue
penyebabnya, Ngga..” Tania dengan isak tangisnya. Rangga menatap sendu Tania.
Dengan sekali gerakan, kini Rangga memeluk Tania. Memeluk sahabat kecilnya yang
sampai sekarang masih menjadi sahabatnya. Rangga rindu. Rangga rindu Tania yang
dulu. Yang ceria, bawel, cerewet, manja, cuek, namun memiliki hati yang seperti
malaikat. Rangga rindu semuanya. Kini semua berubah, karena kejadian dua bulan
yang lalu.
“Kata siapa
dia marah? Emang lo tau dari mana? Coba gue pengen tau..” Rangga. Tania hanya
diam dalam pelukan Rangga. Tania memeluk erat Rangga, sahabat yang selalu
berada di sisinya setiap kali Ia sedih dan butuh sandaran.
“Nah ga bisa
jawab kan lo? Inget Tan, semua makhluk di dunia ini pasti akan ga ada. Mungkin
giliran Gio itu adalah waktu itu. Semua udah rencana Tuhan yang enggak kita
ketahui. Bahkan kejadian detik selanjutnya pun kita ga akan tau. Bisa aja detik
selanjutnya gue ga ada di dunia ini sama kaya Gio. Jadi..”
“Lo jangan
ninggalin gue. Cuma lo! Cuma lo yang selalu ada di deket gue. Cuma lo yang
ngertiin gue selama ini selain Gio. Jangan tinggalin gue, Ngga.. hiks” Sela
Tania pada saat tadi Rangga tengah berucap. Rangga tersenyum kecil. Memang
Tania sangat menyayangi Rangga. Sangat sayang sejak dahulu. Tania tak ingin
bila Rangga juga meninggalkannya. Rangga, salah satu nafasnya.
“Nah setelah
peninggalan Gio, harusnya lo bangkit! Lo jangan terpuruk kayak gini, karena lo
sama aja buat Gio sedih di atas sana. Jadi Tania yang dulu, yang di kenal
bawel, cerewet, alay, lebay, manja, nyebelin.. kita semua, kangen sama lo yang
dulu..” Rangga. Tania melepas pelukan Rangga. Menatap kedua manik mata Rangga
yang bening nan indah. Dengan tatapan hangat Rangga, yang selalu menenangkan
hati Tania sejak dahulu.
“Gue ga
bisa.. gue ga bisa kayak dulu lagi, Ngga.. separuh nafas gue udah hilang..”
“Lo jangan
ngomong kayak gitu! Lo pasti bisa! Mana sih Tania yang selalu pantang menyerah
dan malu-maluin gue?” Rangga. Tania berkacak pinggang di hadapan Rangga membuat
Rangga terkekeh geli. Memang Rangga tengah memberinya semangat, namun sejak
tadi, Rangga selalu mengumbar kejelekan-kejelekan Tania.
“Lo?! Ngajak
berantem?” Sewot Tania.
“Haha
habisnya lo dari kemarin-kemarin kayak orang gila sih ngamuk mulu.. baru
sekarang lo nyambung di ajak ngomong, jadi ya gapapa doms gue jelek-jelekin
lo.. yee gak?” Rangga sambil mengangkat-angkat alisnya genit.
“Ranggaaa..
ah elo!” Teriak Tania. Rangga tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah Tania
yang memerah karena kesal akan tingkahnya. Tania yang sewot kini mengambil
bantal yang berada di atas kasurnya dan langsung membekap Rangga dengan bantal
itu.
“Lo? Ish gue
tuh ya sebelnya sama lo tuh ya ini.. lo tuh selalu malu-maluin gue.. mulut lo
juga ember banget kaya ember mamang kuli.. eerr Rangga..” Gemas Tania sambil
terus membekap wajah Rangga dengan bantalnya. Sementara Rangga? Ia kini sedang
berusaha melepas bantal dari wajahnya.
“Hosh..
hosh.. lo?? Huh lo mau ya gue mati gak kece gara-gara di bekap lo pake bantal
upay gini? Oh my fans..” Rangga dengan lebaynya. Tania kini menoyor kepala
Rangga pelan membuat Rangga kini memanyunkan bibirnya marah.
“Gatau ah
gue marah sama lo!” Ambek Rangga. Rangga kini turun dari kasur big size milik
Tania lalu kini berjalan keluar dari kamar Tania. Tiba-tiba, ada sepasang
tangan yang melingkar di pinggang Rangga membuat Rangga menghentikan laju
jalannya dan berdiam tanpa mau membalikkan tubuhnya.
“Huu iya-iya
gue minta maaf.. harus gimana gue minta maafnya sama lo? Apa harus gue teriak
di pantai atau apa harus gue nyusul Gio biar lo maafin gue?” Tania. Rangga kini
membalikkan tubuhnya dan menghadap Tania. Menatap wajah sahabatnya yang kini
tengah tersenyum menanti jawabannya. Namun kalau kalian liat lebih spesifik
lagi menuju ke arah kedua bola mata Tania. Di sana, ada bendungan air mata yang
siap akan tumpah dari kedua pelupuk mata Tania. Dengan sigap, Rangga langsung
memeluk Tania. Membiarkan untuk kesekian kalinya Tania menangis dalam
pelukannya. Memang kini Tania menangis, namun tanpa suara.
“Nangis
sesuka lo! Nangis sebanyak apapun air mata lo! Cuma di sini gue sangat memohon,
plis untuk terakhir kalinya lo nangis karena masa lalu itu. Hidup harus
kedepan.. gue mau, setelah pelukan ini lepas, lo ga boleh nangis lagi karena
rasa bersalah lo yang ga seharusnya menempel di diri lo. Lo boleh merasa
bersalah, tapi ga harus sampe kayak gini. Gue ga kuat Tan, liat sahabat gue
kaya gini. Lo sakit, gue juga ikutan sakit. Bahkan jauh lebih sakit.” Rangga.
Tania semakin mengeratkan pelukannya di dalam dekapan Rangga.
“Gue akan
selalu jadi tampungan air mata lo, tampungan rasa sedih lo. Di sini, gue akan
jadi tembok penahan. Di saat lo, di terpa ombak yang sangat kuat. Di sini gue
akan bertanggung jawab dan akan melindungi orang-orang yang berada di belakang
gue. Dan lo, gue akan selalu melindungi lo. Jadi, jangan segan-segan untuk
selalu bercerita sama gue. Di deket gue. Tanpa harus lo ga enak hati. Karena
gue, sayang sama lo. Banget.”
“Terima
kasih banget Ngga, lo selalu jadi matahari di saat mendung sudah menutupi
langit. Di saat gue berdiri di bawah sana, lo selalu menyinari gue dan
meyakinkan gue bahwa hujan ga akan turun. Sekalipun hujan turun, lo selalu jadi
payung buat gue. Payung yang melindungi gue dari hujan itu. Terima kasih
sahabat. Gue janji, untuk terakhir kalinya gue dalam keadaan ini. Mulai detik
kedepan, gue akan menjadi yang dulu. Yang di rindukan oleh kamu, dan lainnya.”
“Gue pegang
janji lo! Buktiin ke gue!”
To Be
Continued
Hai!
sudah berapa
abad ya saya ga nulis cerita? haha tangan emang udah gatel banget buat ngetik.
namun apa daya, nasib anak kurikulum 2013 ya gini-_- *curhat
Untuk
pemanasan, Mini cerbung dulu yaakk? serius ini sih ga akan ngaret..
Untuk KB
Story, aku pending dulu yaa?? aku bingung kelanjutannya kaya gimana..
barangkali di antara kalian punya ide cetarr boleh kali kasih tau lewat inbox
:D
Oke langsung
saja read, like, coment oke??
mau tag?
comment aja.
@MJenii_18
Ilustrasi
Rangga dan Tania