Thursday, April 24, 2014

Pura-Pura Cinta | Chapter 2 | Past Come (Rangga and Tania Story's).

*


Upacara yang sudah biasa di laksanakan setiap hari senin ini sudah selesai di laksanakan. Saat ini Tania sudah berada di kelasnya tepatnya di bangku dan mejanya bersama si Jessi temen sebangkunya yang kata banyak cowok unyu itu. Mereka berdua sendiri saat ini tengah mengobrol layaknya ibu-ibu yang lagi ngerumpi di depan gerobak tukang sayur dengan roll berwarna pink di rambutnya dan koyo cabe yang menempel di jidat mereka.

“Eh Tan, keren ya tadi kak Rafael. Udah ganteng, baik, putih, pinter lagi. Masa tadi dapet piala gede banget gara-gara ikut lomba makan kerupuk antar sekolah sih! Ah gue juga mau..” Ujar Jessi sambil mengipas-ngipaskan buku pelajarannya si Kumis Lele abisnya AC di kelasnya lagi mati.

“Eh cewek pea! Kuping lo tadi upacara kemana? Kak Rafael itu menang lomba Sains nasional tingkat Propinsi bukan menang lomba makan kerupuk. Lo pea nurun siapa sih? Perasaan orang tua lo orang sukses semua.” Heran Tania. Pasalnya nih ya, Orang tuanya Jessi itu adalah orang kaya di Indonesia peringkat ke sepuluh. Masa anaknya pea gini kayak Bolot?

“Gue itu ga pea kalik! Gue itu blo’on. Makanya gue selalu masuk sepuluh besar terendah di kelas ini.” Ujar Jessi dengan wajah polosnya yang Tania akui unyu itu. Tania hanya menahan tawanya lalu menengok kebelakang mencari dua temannya lagi yang sejak tadi menghilang entah kemana.

“Si Dina sama si Thella kemana sih? Kok ga keliatan?” Tanya Tania menatap seisi kelasnya yang ramai kayak pasar Impres.

“Katanya lagi di Kantin. Kali mereka lagi sama si Bisma sama si Reza pada pacaran. Kan mereka lagi pada deket tuh. Eh btw, Gue juga pengen deh punya gebetan terus jadi pacar biar sama kayak mereka jadinya ada sesuatu yang unik gitu antara Sekolah sama di Rumah. Lo sih pengen punya pacar ga, Tan? Gue ga pernah denger lo suka sama cowok. Apa lo jangan-jangan suka jenis unyu kayak gue gini? Oh astaga dunia sudah menjadi kotak!” Cerocos Jessi lalu menepuk kening yang tertutupi oleh poni coklatnya. Tania sendiri hanya menghela nafas perlahan. Punya pacar? Kayaknya Tania perlu mikir dulu deh! Tania itu masih kelas 2 SMA. Tania masih mau mikirin masa depan. Masih mau menggapai impian Tania menjadi seorang dokter terkenal biar ketemu sama dokter idolanya dokter Ryan Thamrin yang ganteng banget itu loh! Tania juga ga pengen kayak dulu, hidupnya pengen lancar aja lurus kedepan. Ngomong-ngomong ga mau kayak dulu, emang Tania punya masa lalu kayak gimana sih soal cowok? Kita liat nanti.

“Nanti aja. Gue lagi nunggu Oppa Leeteuk selesai wamil dulu baru gue langsung nikah sama dia ga perlu pacaran lagi.” Jawab Tania asal sambil merobek-robek kertas yang terkapar tak bernyawa di meja perseginya. Oh my fans, cepat panggil Ambulance, ada kertas yang tidak bernyawa ini!

“Lo lagi anget apa lagi panas nungguin si Lutung selesai wamil? Kan dia hewan bukan orang Korea, Tan!” Tanya Jessi menatap Tania yang tengah menatapnya dengan wajah ingin menerkam mangsa. Coba deh lo semua pikir! Gimana ga kesel sih, ngomong sama orang yang kupingnya itu lagi di gadein di pegadaian di deket pasar Impres? Mau ngelawak kali nih Tania bukannya malah dibuat gondok gini.

“Ah gatau ah gue pengen makan lo lama-lama, Jess.” Ujar Tania jengkel lalu pergi dari tempat duduknya melangkah meninggalkan kelasnya. Jessi sendiri hanya menatap kepergian Tania dengan wajah polosnya sambil merapihkan poni mangkok berwarna brown dark itu.

“Tania lagi dapet? Marah-marah mulu.” Gumamnya pelan.

Sosok lelaki berpakaian seragam putih abu-abu dengan tubuh gempalnya kini duduk di sebelah Jessi yang masih melamun atas kepergian Tania. Lelaki itu menatap Jessi dengan senyum jailnya. Ia mengambil sobekan kertas yang tadi di buat oleh Tania di atas meja lalu membulatkan sobekan-sobekan itu menjadi beberapa bentuk bola kecil. Bola kecil itu kini Ia masukkan kedalam lubang hidungnya dan wajahnya pun Ia dekatkan kepada wajah Jessi yang masih menatap pintu kelas.

“Jessi..” Panggil laki-laki itu dengan nada seram. Jessi mengalihkan pandangannya menatap ke arah sebelah kanan wajahnya tanpa merasa ada sesuatu yang aneh dengan suara itu.

“Aaaaa Ilham.. lo jail!” Teriak Jessi dengan suara cemprengnya sambil memukuli wajah Ilham dengan kedua tangannya. Kedua bundaran kertas itu lepas dari hidung pria yang di sapa Ilham itu. Jessi terus memukuli wajah Ilham dengan kesal semenara sang empunya nama malah tertawa puas sambil menghalangi wajahnya untuk menghindari pikulan kedua tangan Jessi.

“Hahaha ampun-ampun Jess..” Ampun Ilham karena mulai merasakan sakit di wajahnya akibat pukulan Jessi. Tangan Jessi pun di raihnya lalu di pegangnya erat-erat agar tak lepas dan memukuli wajahnya lagi. Sejenak keduanya terdiam kala kedua manik mata nan indah itu bertemu di satu titik yang entah titik apa namun membuat hati keduanya nyaman.

“Cieeee!!!” Teriakan teman-teman sekelasnya mampu membuat Ilham secara refleks melepas pegangannya pada kedua tangan Jessi dan langsung menghadapkan tubuhnya menatap tajam ke arah teman-teman sekelasnya yang tengah menertawai tingkah mereka tadi.

“Lo semua apa-apaan sih!” Sentak Ilham tak suka. Seketika semua temannya terdiam dan menunduk seolah mereka tak melakukan apa-apa. Kelas yang tadinya sangat ramai itu kini sudah bersuasana sangat sepi seperti di kuburan pada malam hari. Ilham kini mulai mengalihkan pandangannya menatap Jessi yang tengah menundukkan kepalanya. Secara pelan di ikuti rasa ragu, Ilham meraih dagu Jessi lalu mengangkatnya. Ilham kini dapat melihat wajah cantik natural Jessi dengan merah bulat di pipinya. Sepertinya gadis di hadapannya itu tengah di landa rasa malu saat ini.

“Lo kenapa?” Tanya Ilham pelan pura-pura tidak tahu. Jessi menatap Ilham lalu menggeleng perlahan membuat Ilham tersenyum.

“Lo malu?” Tanya Ilham kembali. Jessi tersenyum lirih sambil menundukkan kepalanya kembali.

“Maafin gue ya, Jess..” Ujar Ilham. Jessi kembali mendongakkan kepalanya menatap wajah Ilham.


*
Tania berjalan santai menuju arah Kantin sekolahnya yang berada tak jauh dari kelasnya. Waktu masih menunjukkan sepuluh menit lagi menuju bel masuk berbunyi. Tania kini duduk di meja Kantin yang masih kosong yang terletak di pojok kanan area Kantin. Berbicara soal Kantin di sekolah ini, Kantin sekolah ini sendiri memilki area yang sangat luas. Di sana tersaji beberapa stand dari mulai makanan ringan sampai yang berat sekalipun. Di Kantin itu juga memiliki fasilitas lengkap seperti hotspot dan keadaan yang sangat bersih sehingga Kantin yang memiliki dinding yang berwarna putih dan abu-abu ini sedap di pandang mata. Tania sendiri tengah duduk sambil menatap seisi Kantin. Tak ada yang mampu membuat kedua matanya merespect akan suatu pemandangan yang tersaji. Cukup membosankan disini, Tania mengeluarkan handphone touch-screennya yang ternyata masih tersambung dengan headset putih yang tadi di gunakannya pada saat berangkat tadi. Tania mulai mencantolkan satu kabel itu ke telinga kanannya. Matanya kini menyusuri stand Kantinnya untuk mencari seseorang.

“Bu Ina!” Panggil Tania dengan cukup keras. Seorang ibu paruh baya yang merasa namanya di panggil itupun mengalihkan pandangannya menuju ke sumber suara. Ibu itu menatap Tania lalu tersenyum karena Ibu itu sudah menjadi langganan Tania untuk membeli minuman dingin.

“Ada apa dek Tania?” Tanya Ibu Ina setelah Ia sampai di hadapan Tania.

“Jus Jeruk satu sama Kentang gorengnya satu ya, Bu..” Ujar Tania dengan senyumnya. Ibu Ina menganggukkan kepalanya lalu berjalan meninggalkan Tania seorang diri kembali. Tania kini mencantolkan kedua kabel headsetnya itu ke kedua telinganya. Alunan lagu milik suara emas AgnesMo mengalun dari handphonenya membuat Tania sendiri menyanyi pelan mengikuti irama lagu tersebut.


*
Bel masuk SMA Tunas Muda sudah berbunyi sejak 20 menit yang lalu namun tak ada tanda-tanda kelas 11 IPA 1 ini akan di masuki oleh seorang guru pelajaran yang seharusnya sudah jadwalnya Ia masuk.

Kelas ini pun sangat ramai akan suara siswa-siswi yang mengobrol tentang banyak hal. Tania sendiri kini tengah mendengarkan ocehan-ocehan yang menurutnya tak bermutu yang keluar dari bibir teman-teman satu genknya. Ngomong-ngomong soal genk, Tania memang mempunyai genk sendiri di dalam kelasnya. Genk itu sendiri berisikan manusia-manusia yang memiliki sifat sangat beragam kaya sayuran yang di jual di Supermarket. Ya sudah, kita simak saja apa obrolan mereka.

“Eh, eh ini si Kumis Lele mana? Tumben banget telat sampe lama begini.” Sungut seorang gadis yang mempunyai rambut bergelombang, wajah putih bersih tanpa make-up, beralis tebal, hidung yang mancung, dan bibir yang berbentuk cukup seksi. Dia sendiri menamakan dia ‘KW satunya Angelina Jolie’. Haha panggil aja dia Thella. Kalo mau panggil nama panjangnya juga boleh, namanya itu Ratu Sweethella Intan Yudhagrahania Puspita. Nah lo semua milih yang mana? Ayo di pilih di pilih gocap dua ga pake golput!

“Mana gue tau ya! Lagian lo serba salah banget dah ah! Giliran tuh Lele masuk lo ngedumel aja kayak ikan belum di kasih duit jajan, giliran ga masuk lo juga ngedumel. Kangen lo sama dia?” Jawab gadis di sebelahnya yang ternyata adalah Jessi si cewek manja yang takut sama setan.

“Haha abis di putusin si Reza sih jadinya agak somplak!” Cetus gadis yang berada di sebelah Tania. Gadis dengan penampilan tomboynya dan memiliki paras cantik layaknya gadis Bandung pada umumnya di campur dengan wajah oriental membuat wajah dirinya pun sedikit khas di pandang mata. Panggil saja dia Dina.

“Jangan begitu lu, Din! Kayak lo ga abis di putusin aja sama si Bisma! Haha.” Ujar Thella di iringi tawa khasnya. Dina merengut kesal dan menoyor kepala Thella pelan.

“Inget ya, gue itu ga pernah pacaran sama si begeng playboy cap semut rangrang kayak dia! Sudi amat!” Ujar Dina sewot sambil melipat kedua tangannya di dada. Thella dan Jessi sendiri hanya diam sambil menganggukkan kepalanya seolah percaya kepada Dina.

Kita lihat Tania, Tania sendiri sedari tadi hanya diam sambil membolak-balikkan pensil yang di pegangnya tanpa mengalihkan pandangannya menatap teman-temannya yang aneh pake banget itu. Jessi mulai sadar akan kediaman Tania, Ia menatap teman sebangkunya itu dengan spesifik lalu memberi kode kepada Thella dan Dina untuk menatap Tania.

“Tan, lo kenapa?” Tanya Thella pelan. Tania mengalihkan pandangannya kali ini menatap ketiga sahabatnya sambil tersenyum lirih.

“Gue gapapa kok.” Jawab Tania simpel. Dina menautkan alisnya menatap Tania.

“Lo serius? Kita tau lo, Tania.” Ujar Dina dan di angguki oleh Thella juga Jessi. Tania kembali tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

“Gue ga....”

“Woy semua ada kumis lele woy!” Teriak Bisma yang muncul dari arah luar sambil berlari masuk ke dalam kelas membuat murid lain yang tengah nge-layap entah kemana dari bangku mereka pun langsung berlarian layaknya waria yang lagi di razia Satpol PP.

“Santai begeng pea!” Sentak Dina saat tubuhnya tak sengaja terdorong oleh Bisma yang tengah berlari menuju tempat duduknya yang berada di belakang Dina dan Thella.

“Ini bukan timing-nya berantem oke neng geulis?” Jawab Bisma dengan gaya coolnya sambil duduk di bangkunya. Dina sendiri hanya bergidik ngeri lalu duduk di bangkunya.

Kelas pun mendadak sepi ketika langkah Pak Kumis Lele atau yang mempunyai nama asli Pak Renaldi ini terlihat memasuki kelas di iringi langkah kepala sekolah SMA Tunas Bangsa di belakangnya membuat semua murid yang berada di Kelas ini menjadi tegang kala menatap wajah sangar dan menakutkan milik kepala sekolah itu. Pak Renaldi pun menaruh tumpukan buku tebal yang sedari tadi Ia tenteng dari ruang guru di atas meja guru yang sudah tersedia lalu berdiri di depan kelas bersama kepala sekolah SMA Tunas Bangsa yang sudah terlebih dahulu berada di posisinya. Sejenak Pak Renaldi mengusap-usap kumis 10 lembar yang di milikinya sebelum akhirnya Ia berucap menyapa anak-anak kelas 11 IPA 1 yang di jawab kencang penuh dengan keceriaan oleh semua murid di Kelas ini.

“Ya, kedatangan saya disini ingin mengenalkan salah satu teman baru kalian mulai hari ini. Saya harap, kalian menerimanya dengan baik karena dia bukan sembarangan siswa. Dia adalah salah satu anak terpintar di Bandung. Ya untuk kamu anak baru, silahkan masuk ke kelas ini.” Ujar Ibu Mira selaku kepala SMA Tunas Muda dengan wibawanya. Beberapa detik kemudian, masuklah sosok pemuda melangkah mendekati Bu Mira dan Pak Renaldi dengan wajah datarnya. Pemuda itu sendiri berpenampilan rapih, dengan rambutnya yang ber-style keren di temani poni terangkatnya, tubuhnya yang tegap dan tinggi beserta kulitnya yang putih. Bermata sedikit sipit dan berhidung mancung di sertai pipinya yang chubby dan bentuk bibirnya yang khas. Pemuda itu menghadapkan tubuhnya ke arah murid-murid kelas 11 IPA 1 ini setelah Ia berdiri di tengah-tengah antara Pak Renaldi dan Ibu Mira.

“Kenalkan diri kamu, nak.” Ujar Bu Mira menatap pemuda yang di sebelahnya sekilas. Pemuda itupun mengangguk lalu mulai menatap ke sekeliling kelas.

“Perkenalkan, nama gue Rangga Dewamoela. Lo semua bisa panggil gue Rangga. Gue pindahan dari Bandung. Semoga kelas ini beserta isinya mau bersahabat dengan gue. Thanks.” Ujar Rangga dengan cueknya tanpa di iringi senyum. Ibu Mira menganggukkan kepalanya tanda perkenalan itu sudah selesai. Beberapa siswi yang berada di kelas ini yang sejak tadi menatap tanpa berkedip Rangga yang memiliki paras tampan ini hanya menghela nafas perlahan menatap raut wajah dingin itu. Sepertinya Rangga adalah salah satu manusia yang susah untuk di taklukan.

“Baiklah! Rangga sekarang bisa duduk di sebelah Reza. Coba Reza acungkan tangannya.” Perintah Bu Mira. Reza yang berada di pojok kelas pun mengacungkan tangannya sesuai perintah. Rangga menatap Reza sebentar lalu mulai berjalan menuju bangku barunya.

Tania tak memperhatikan perkenalan siswa baru itu. Pikirannya kali ini melayang entah kemana. Ini semua karena percakapannya dengan Jessi sesudah upacara tadi. Perbincangan yang menghubungkan soal kekasih hati. Tania jadi teringat dengan kekasih hatinya yang lalu. Kekasih hatinya yang beberapa waktu lalu Ia goreskan luka di hati manusia tersayangnya itu lalu Ia tinggalkan tanpa kata maaf. Tania bukannya sadis, Tania bukannya jahat. Ini semua terpaksa Tania lakukan, Tania tidak mau manusia yang Ia sayang berada pada titik yang tak aman. Tania mau, kekasih hatinya itu selalu bahagia walau tak bersamanya, tetapi semua itu karena olehnya. Apa maksud dari semua ini? Nanti kita saksikan.

Lamunan Tania membuyar kala Ia mendengar ada suara yang memanggilnya dari arah belakang. Tania hafal suara siapa itu. Suara bash yang di miliki oleh seorang pria yang memiliki wajah tampan dan hatinya sudah di miliki oleh sahabatnya, Thella. Tania sedikit membalikkan tubuhnya menghadap ke arah belakang dan menatap meja Reza yang berada di urutan paling belakang dari baris meja Tania.

“Apa?” Tanya Tania singkat menatap wajah Reza.

“Liat tugas PRnya si Lele dong?! Gue belum ngerjain nih. Cepetan! Mumpung dia lagi nulis soal.” Ujar Reza dengan suara pelan. Tania menghela nafas dan membalikkan tubuhnya kembali untuk mengambil buku latihan matematikanya. Tania kini bangkit dari bangkunya dan berjalan ke belakang menghampiri meja Reza.

“Nih! Jangan pake lama.” Ujar Tania. Reza menganggukkan kepalanya sambil mengacungkan kedua ibu jari tangannya. Tania mengangguk lalu meletakkan buku itu di meja Reza. Pada saat Ia ingin melangkah kembali ke tempat duduknya, teman sebangku Reza yang tak lain adalah Rangga berbicara kepada Tania.

“Hemm, boleh gue ikutan liat juga? Gue baru masuk hari ini, jadi gue belum tau materi apa di minggu kemarin.” Ujar Rangga mendongak sedikit menatap Tania yang berdiri di sebelah mejanya. Tania kembali menghadapkan tubuhnya ke arah meja Reza dan Rangga. Tania kini menatap wajah yang tadi mengajaknya berbicara. Matanya seketika membulat sempurna.

“Rangga!”

Ujar Tania lirih menatap Rangga terkejut. Rangga sendiri pun menatap Tania dengan raut wajah terkejut pula. Namun Rangga hanya beberapa detik menatap Tania terkaget, seketika wajahnya kini menjadi raut wajah datar dan masam. Kedua manik mata Rangga juga menatap kedua bola mata dengan iris coklat milik Tania yang tengah membulat sempurna dan di lapisi oleh dinding air yang berwarna bening. Rangga kini tersenyum sinis menatap Tania.

“Tania, sedang apa kau disitu?” Suara tegas milik Pak Renaldi membuat tatapan Tania kini beralih menatap wajah Pak Renaldi yang berada di depan kelas. Tania tersenyum kecil dan melangkah kembali ke tempat duduknya.

“Ambil pulpen, pak.” Jawab Tania beralasan. Pak Renaldi hanya menganggukkan kepalanya percaya lalu kembali menulis di papan tulis berwarna putih itu. Tania menghela nafas perlahan di tempat duduknya. Kepalanya kini Ia tundukkan dan mengatur nafasnya yang tengah memburu sekarang. Ia kini mendongakkan kepalanya kembali menatap ke atas, mencegah sesuatu yang sejak tadi ingin turun dari kedua matanya. Dadanya terasa sesak, namun sebisa mungkin Tania tahan. Tania tidak boleh terlihat lemah di sini.

“Lo kenapa?” Tanya Jessi yang merasa ada keanehan pada diri Tania. Jessi memegang bahu sebelah kanan Tania membuat Tania kini menatap sahabatnya lirih.

“Gue gak apa-apa kok! Ga usah khawatir oke?!”

“Lo serius, Tan?” Tanya Jessi memastikan.

“Gue serius, Jessi Sesilia Soetarwajodjo.”












To be continued


Bagaimana lanjutannya? makin buruk? maaf ya :')
Mari RCL! maaf typo(s) dan ngaret \m/

@MJenii_18

Pura-Pura Cinta | Chapter 1 | Excuse me!

*


Hai kawan semuanya yang ada di dunia ini maupun dunia akhirat atau dunia ghaib apalagi dunia maya! Kenalin, nama gue Tania Safira Putri Aulia Navisa Rays Soebrata. Gak kepanjangan kan? Ya enggak dong kan udah gue potong pakai gunting. Haha lo semua tau siapa gue? Jangan nanya balik, gue aja ga tau siapa gue. Okay, lo semua bisa panggil gue dengan satu kata penuh makna buatan mamah gue, Tania. Gue itu masih cimit. Wajah gue masih baby face kok kaya Aqilla tuh! Postur tubuh gue ga tinggi, tapi bukan berarti gue BOCIL alias Bocah Cilik! Tinggi tubuh gue itu 155 cm, berat badan gue 45 kg, nomor sepatu gue 37. Tuh udah gue kasih tau nomor sepatu gue, barangkali di antara kalian ada yang mau beliin gue sepatu gitu?

Gue adalah salah satu siswi di SMA Tunas Muda yang siswa-siswinya cakep-cakep tapi tetep yang paling cakep itu gue. Gue sendiri adalah putri cantik dari couple terkece di RT gue yaitu mommy Kania dan Daddy Alan. Oh iya, gue itu anak tunggal di keluarga gue. Eh bentar dulu, tunggal sih itu kan, sekarang itu tunggal 30 Februari. Bener gak?

Saat ini gue lagi siap-siap mau sekolah. Hari ini hari senin, berarti sekarang itu harinya monster. Tau kan maksud gue? Ga ngerti? Okay gue jelasin. Kata temen-temen gue, kalo hari senin itu hari yang paling ga enak makanya punya nama beken. Nama bekennya itu Monster Day, berarti artinya harinya si monster dong? Okay mending kita ke topik yang lain yang gak garing kaya gini. Di sini sekarang sepi banget, cuma ada suara sendok sama garpu aja yang lagi tabrakan tapi ga ada polisi sama orang yang nolongin. Di sini ada gue, mommy, sama daddy gue lagi sarapan. Mereka berdua udah pake seragam mereka. Inget, mereka udah tua jadi bukan seragam sekolah tapi seragam kantor mereka. Mereka kerja di kantor sendiri-sendiri soalnya biar ga rebutan nanti. Haha mereka itu orang sibuk, makanya anaknya aja kayak gini. Produk gagal jadi pelawak di YKS.


#Author POV


“Tan, kamu pergi sendiri apa mau di anter?” Tanya Kania saat putri semata wayangnya saat ini tengah memasukkan sesendok nasi kedalam mulutnya.

“Pergi sendiri aja mah! Masa udah SMA di anterin. Waktu SD aja pergi sendiri pulang sendiri.” Jawab Tania menatap Kania sambil mengunyah nasi goreng yang di buat secara khusus oleh Kania untuk sarapan keluarganya hari ini.

“Mamah tumben buat nasi gorengnya enak.” Ujar Tania menatap Kania kembali.

“Emang biasanya ga enak ya?” Tanya Kania menatap Tania sedih.

“Hehe enak kok enak. Cuma hari ini spesial aja gitu kayaknya.” Jawab Tania sambil memamerkan deretan gigi putihnya yang masih tumbuh dua gigi susu yang belum ada tanda-tanda meninggalkan mulut Tania.

“Oh di kira biasanya ga enak, Tan.” Jawab Kania tersenyum lalu membuka bedak yang tadi Ia ambil di tas fashionnya.

Tania kini menatap piringnya yang masih tersisa beberapa butir nasi goreng sarapannya hari ini. “Biasanya emang ga enak sih aslinya. Rasanya itu kaya kaos kaki yang di celupin di bathup kamar mandi gue yang belum di cuci. Tapi yang sekarang emang lagi enak. Apa mamake belajar masak nasi goreng sama Pak Tarno ya?” Fikir Tania sambil memainkan sendok yang berada di atas piringnya dengan pelan. Fikirannya kini tengah melayang. Memikirkan bagaimana waktu mamahnya yang sangat Ia cintai itu belajar memasak nasi goreng baru-baru ini dengan Pak Tarno pesulap yang paling unyu yang pernah Tania liat di Bumi tercinta ini.

“Tania, cepat berangkat! Sudah jam enam kurang sepuluh. Sekarang hari senin, kamu mau terlambat?” Ujar Alan tiba-tiba mampu membuyarkan fikiran Tania yang tengah melayang layaknya layangan yang bentar lagi nyangkut di genteng tetangga. “Eh iya pah!” Jawab Tania sambil melempar sendoknya entah kemana karena terkejut atas sentakkan daddynya.

Tak butuh waktu beberapa lama, Tania telah sampai di sekolah yang sudah Ia jelajahi selama dua tahun ini. Kaki jenjangnya kini melangkah melewati koridor sekolah yang belum terlalu ramai itu. Dengan headset yang Ia cantolkan di kedua telinganya, Ia bernyanyi mengikuti instrument dan vokal yang mengalun indah dari handphonenya. Mengikuti setiap bait lagu yang menyala dengan menyanyi pelan sambil terus berjalan. Kelasnya memang cukup jauh dari pintu utama. Terkadang Tania sendiri suka protes kepada kedua orang tuanya yang saat ini adalah keturunan dimana yayasan ini di serahkan seluruhnya kepada kedua orang tuanya dengan mengajukan protes seperti ini,

“Mih, kenapa ga ada ojek di sekolah? Kasihlah fasilitas pangkalan ojek di sekolah biar anakmu yang cantik jelita ini tidak varises akibat jalan terus tiap hari buat belajar tanpa ditemani payung ataupun tenda untuk beristirahat akibat perjalanan yang sangat jauh itu!”

begitulah ajuan protes yang Tania sampaikan kepada mamihnya. Tapi sampai saat ini, belum juga di kabulkan? Apakah permintaan ini salah ya?

“Tania!” Panggil seorang gadis sambil memegang tali tas gandongnya dari arah belakang Tania. Sang empunya nama tak membalikkan tubuhnya tanda merespon panggilannya. Gadis ini menggerutu kesal. Ia kini berlari untuk menyamai langkah Tania yang sangat cepat seperti rentenir ingin menagih utang yang tak di bayar-bayar.

“Taniaaa...” Teriak gadis itu kembali setelah langkahnya sama dengan langkah Tania. Tania mengalihkan pandangannya ke arah kiri tubuhnya. Ia tersenyum, kini Ia melepas headset yang sudah cukup lama menyangkut di kedua telinganya lalu kembali menatap gadis itu.

“Eh ada Jessi? Kok gak manggil sih ada di sebelah tuh? Sombong ya lo!” Sungut Tania menatap gadis itu yang ternyata adalah Jessi, teman sebangkunya. Jessi sendiri hanya menghela nafas secara kasar sambil menatap Tania jengkel.

“Enak aja lo bilang gue sombong! Gue dari tadi udah manggil-manggil lo, tapi ga nengok-nengok! Makanya punya kuping tuh jangan di tempelin aja pake koyo. Ga aus apa?” Sewot Jessi. Tania hanya tertawa meladeni ucapan Jessi yang mengandung kemarahan level tiga itu.

“Biasa aja keleus! Eh sekarang ada PR dari si bapak kumis lele itu kan? Lo udah belum?” Tanya Tania sambil menatap Jessi dengan raut wajahnya yang memang agak tengil itu.

“Belum. Hehe lo tau sendirikan waktu kumis lele itu nerangin gue kan molor ngikutin yang lain. Lo udah? Boleh liat gak?” Tanya Jessi menatap Tania sambil memasang wajah imut seperti bayi dan puppy eyes nya.

“Ga perlu lo nanya boleh atau enggak pun gue sih cuma pasrah aja. Kalaupun gue ga ijinin juga lo bakal orak-arik tas gue kaya polisi lagi meriksain tas anak yang doyan tawuran. Ga usah juga ye lo masang wajah kayak anak orok lagi pup gitu. Ga mempan buat gue!” Ujar Tania cuek. Jessi sendiri hanya diam dan terus berjalan sambil membersihkan sela-sela kukunya yang kotor itu. Ieuwh bukan?

“Eh sekarang ada anak baru loh!” Jessi. Tania hanya memandang Jessi sekilas lalu kembali menatap ke arah depan untuk terus berjalan. Masa iya jalannya lurus tapi liatnya kebelakang. Mau nyium tembok lu? By the way ga nunggu busway, kok dari tadi ga nyampe-nyampe ya ke kelasnya Tania? Kan tadi udah bilang, makanya Tania butuh pangkalan ojek di sekolah ini. Ah mamii!

“Lo tau ga? Anak barunya katanya cowok! Ganteng pula! Gue sih berdoa biar dia masuknya ke kelas kita terus gue duduk sebangku deh sama dia! Terus gue minta nomor HP nya dia terus gue sms-an sama dia terus...”

“Terus lo mau kemana lagi? Udah nyampe kelas pea!” Tania. Ia langsung saja berbelok ke kanan memasukki ruangan kelasnya sedangkan Jessi menghentakkan kakinya kesal lalu menendang tempat sampah kecil yang berada di sebelahnya membuat tempat sampah itu terbang entah kemana.

“Ih Tania jahat banget!” Dumel Jessi lalu masuk kedalam kelasnya dengan bibir yang di majukan. Tak lama Jessi masuk ke dalam kelasnya, dua orang pria datang menuju kelas itu dengan tempat sampah yang tadi Jessi tendang berada di genggaman salah satu pria itu.

“Dasar si Jessi gila! Masa tempat sampah ini nyangkut di kepala gue sih? Pacar lo kayak gimana lagi? Tingkat ke-kecean gue ilang berapa nih kadarnya? Harus ke laboratorium ini sih.” Sungut salah satu pria yang memiliki tubuh kurus dan kecil namun memiliki kharisma yang cukup kuat di wajahnya.

“Dia bukan pacar gue! Sudi banget gue suka sama cewek manja kaya dia! Lagian lo juga, Bis! Alay lo!” Ujar pria di sebelahnya yang bertubuh gempal sambil menatap pria yang di sapanya Bis itu dengan kesal.

“Jangan begitu, Ham. Kualat lo!” Ujar pria yang di sebelahnya sambil memamerkan deretan giginya yang di kawat memutar itu.

“Terserah lo!” Sentak pria yang di sapa Ham tadi sambil melempar tempat sampah itu ke wajah pria di sebelahnya.

“Sialan lo, Ilhamnya Jessi!” Teriak pria berbehel itu sambil melempar kembali tempat sampah itu entah kemana lalu masuk ke dalam kelasnya mengikuti Ilham yang sudah masuk terlebih dahulu kedalam kelas yang sama dengan Jessi dan Tania.









To be continue.


Gimana? kasih comment dong..


@MJenii_18

Tak Akan Terganti | Mini Story's Rangga and Tania | Chapter 9 (Regreting).

Dahulu kau mencintaiku
Dahulu kau menginginkanku
Meskipun tak pernah ada jawabku
Tak berniat kau tinggalkan aku

Sekarang kau pergi menjauh
Sekarang kau tinggalkan aku
Di saat ku mulai mengharapkanmu
Dan kumohon maafkan aku



*
Rangga terdiam membaca pesan singkat yang masuk ke dalam nomornya. Kedua matanya kini mulai berkaca setelah membaca pesan singkat itu. Kini, hatinya mulai menyesal. Tuhan, apakah ini jalan yang engkau balaskan atas apa yang telah hamba perbuat? - Batin Rangga berucap.

Mia
Sunday, 2009 march 13

Puas lo buat Tania pergi dari hadapan kita secara tiba-tiba? Emang sih, Tania bukan pergi ke hadapan Tuhan melainkan pergi entah kemana. Lo ngerasa gak sih? Lo peka gak? Tania itu cinta sama lo! Akhir-akhir ini, bukan Gio yang dia tangisin, tapi lo!
Oiya gue lupa, lo kan udah ada Keyla. Haha oke gue cuma mau sms itu doang dan gue harap lo ga nyesel setelah sms ini nyampe ke nomor lo. Thanks!


Rangga mengusap air mata yang secara perlahan turun dari kedua matanya. Saat ini memang Rangga tengah berada di salah satu caffe di daerah Kampusnya untuk berteduh dengan duduk di dalamnya dan memesan minuman hangat karena hujan kini sangat lebat turun di wilayah Jakarta. Rangga kini menaruh handphonenya kembali ke dalam saku jeans nya dan menghisap pelan ujung cangkir untuk meminum air moccachino hangat yang baru saja datang sebagai menu pesanannya kali ini.

"Kenapa kamu ga bilang dari kemarin-kemarin, Tan? Kenapa kamu cuma diem dan diem aja? Pantes aku ngerasa ada yang aneh sama kamu akhir-akhir ini. Aku harap, berpisah kali ini bukan takdir kita yang sesungguhnya. Melainkan, takdir sebagai penyatu kita kelak nanti.."


*
Beberapa Tahun Kemudian..


Seorang pemuda tampan dengan berpenampilan kantor kini tengah berbincang-bincang dengan seorang pria paruh baya di hadapannya. Terlihat keduanya nampak serius saat berbincang di kala ini.

"Bagaimana pak jadinya?" Tanya pemuda tampan ini menatap pria paruh baya di hadapannya. Sang pria paruh pun langsung menganggukkan kepalanya tanda Ia setuju.

"Terima kasih bapak. Senang sekali bekerja sama dengan perusahaan anda." Jawab pemuda tampan itu tersenyum sambil menjabat tangan pria paruh baya di depannya.

"Sudahlah nak Rangga bersikap seperti biasa saja. Saya hanya perwakilan kantor kok! Jadi ini bukan perusahaan saya.. Saya hanya bawahan.." Ujar pria paruh baya itu dengan sedikit tawa. Pemuda tampan yang bernama Rangga itu kini tersenyum. Ia meminum cappucino ice yang di pesannya sejak tadi dengan sedotan putih di dalamnya.

"Sebenernya yang punya perusahaan bapak itu siapa sih? Kok selalu di wakilkan ya?" Tanya Rangga. Bapak itu tersenyum.

"Dia itu masih muda. Umurnya ya sama kaya nak Rangga gitu.. Tinggalnya di L.A jadi ya makanya saya yang selalu mewakilkan. Orangnya baik, cantik lagi.." Ujar pria paruh baya itu atau kita panggil saja Pak Chandra.

"Oh dia perempuan, pak?" Ujar Rangga terkejut.

"Iya dia perempuan. Sangat beruntung sekali bila ada lelaki yang akan memiliki dia. Sayang, saya sudah punya istri dan anak.." Ujar Pak Chandra. Keduanya tertawa setelah mendengar perkataan itu.

"Wah pak lumayan dong! Saya juga sendiri nih!"

"Oh nak Rangga mau bapak dekatkan dengan bos bapak?" Ujar Pak Chandra antusias. Rangga hanya tertawa dan menggeleng pelan.

"Enggak ah pak! Masih nunggu orang nih."

"Nunggu melulu ga capek, Ngga? Mending kalo cewek yang kamu tungguin itu nungguin kamu balik.. Hebat ya ada cowok yang mau nunggu cewek gitu kaya kamu.." Ujar Pak Chandra tersenyum.

"Ya namanya juga pengorbanan cinta, Pak Chandra."


Rangga Dewamoela Soekarta, sekarang Ia sudah tumbuh menjadi pria dewasa dan sukses. Setelah lulus kuliah dan bergelar Sarjana di bidang Psikologi, Rangga tak meneruskan kegiatannya dengan bekerja di bidang psikolog yang notabene adalah skillnya. Kegiatan Rangga dari saat itu hingga kini adalah meneruskan Perusahaan keluarganya yang semakin berkembang pesat setiap tahun. Rangga setiap hari hanya menyibukkan dirinya dengan urusan Kantor yang menumpuk untuk melupakan Tania yang ternyata sampai sekarang masih sangat di cintainya. Sudah lima tahun Tania tanpa kontak dengan Rangga. Semua media sosial yang Tania punya sudah Rangga kunjungi dan ternyata Tania pun tak pernah membuka semua akunnya lagi sebelum Ia di tikam waktu itu oleh Keyla. Rangga juga sudah menanyakan keadaan Tania kepada kedua orang tua Tania tetapi tak ada jawaban yang di berikan oleh keduanya membuat Rangga kini hanya pasrah akan nasibnya. Tetapi yang harus Tania tahu, bahwa Rangga di sini akan selalu menunggu Tania walau Tania sendiri tak ada berharap untuk di tunggu Rangga.


*
Tania menghirup udara negara Paman Sam ini dari balkon apartementnya sambil terpejam. Ia kembali membuka kedua matanya dan tersenyum menatap kemerlap lampu yang menyala dari atas apartementnya karena saat ini hari sudah mulai malam. Kini Tania duduk di bangku kayu yang ada di sana lalu memangku laptop yang selalu menemaninya setiap hari.

Kini Tania sudah memperoleh gelar sarjana S1 dari universitas yang ada di sana. Saat ini, Tania sedang meneruskan perusahaan keluarganya yang sedang berkembang di Benua Amerika ini. Kesibukannya itu sangat padat. Jangan harap teman-temannya yang berada di negara ini apalagi yang berada di Indonesia dapat di respond Tania cepat dalam menghubunginya. Perlu waktu sangat lama, karena Tania selalu di hadapkan pada laptop dan tumpukan file yang menggunung di atas meja Kantornya. Namun ada satu hal yang tak bisa Tania abaikan walau Ia sedang berada pada masa sibuk-sibuknya. Ia berusaha mengabaikan, namun apalah daya kalau hatinya kini masih di kuasai oleh bayang-bayang seorang pria yang telah mengajarkannya untuk menjadi seorang wanita tegar. Walau hatinya tetap merintih sakit dan tak kuat, tetapi hati itu selalu menguatkan Tania dan membimbing Tania untuk terus berjuang walau tak ada yang perlu di perjuangkan. Tania sudah menyerah, kawan. Tapi Tania tak bisa, seolah ada sesuatu yang memaksa Tania untuk berjuang sampai rasa ini tak pernah hilang dari hatinya sejak dahulu. Tania, tetap mencintai Rangga.

Tania menatap handphonenya yang berdering cukup kencang dengan setelan lagu yang sudah Ia atur di pengaturan handphonenya. Tania mengambil handphone berbentuk kotak persegi panjang itu lalu menatap sebentar untuk melihat siapa yang meneleponnya. Tania sedikit menyunggingkan senyumnya lalu mengangkat telepon itu.

"Hallo pah.."

"Tania, besok kamu kembali ke Indonesia." Ujar sang papah alias Alan di telepon itu membuat Tania membulatkan kedua matanya terkejut.

"Apa pah? Kok ke Indo? Katanya Tania menetap di sini?" Tanya Tania dengan nada menuntut meminta jawaban. Terdengar sang papah menghela nafas dalam telepon itu lalu menjawab.

"Ada sesuatu yang harus kamu selesaikan dan harus kamu urus di sini. Setelah itu, terserah kamu mau kembali lagi ke Amerika atau menetap kembali di Indonesia."

"Sesuatu? Harus di selesaikan? Memang masalah apa?" Tanya Tania heran. Pasalnya, urusan Tania di Indonesia itu sudah selesai lima tahun yang lalu, makanya Ia pergi ke Amerika dengan tenang dan lamanya sampai saat ini.

"Sudahlah Tania kau ikuti saja apa kata papah. Kamu packing dan nanti ada yang antarkan tiket ke kamu. Besok pagi kamu berangkat. Sebelumnya, mampir dulu yah ke rumah papah." Ujar Alan tegas. Tania menghela nafas berat. Memang, Tania itu tinggal di Apartementnya sedangkan kedua orang tuanya tinggal di sebuah rumah cukup besar dan mewah di perkomplekan di daerah yang cukup dekat dengan Apartement Tania.

"Iya pah.."

"Ya sudah papah tutup ya teleponnya. Be carefull beauty angel nya papah dan mamah.." Ujar Alan di sebrang sana. Tania tersenyum kecil.

"Thanks, dad! I love you more mom and dad.."

"Love you too.."


PIP!
Percakapan itupun di putus oleh keduanya. Tania menghela nafas. Kini otaknya mulai berfikir tentang apa yang terjadi saat Ia nanti di Indonesia kelak. Tania berdoa, supaya Ia tidak bertemu Rangga di sana.


*
Keesokan harinya, Tania pun berangkat menuju Indonesia pada waktu pagi daerah setempat. Tania akhirnya sampai sekitar pukul dua siang waktu Indonesia barat. Tania langsung saja pulang ke rumah yang sudah lama tak di kunjunginya selama beberapa tahun belakangan ini bersama supir yang di suruh oleh kedua orang tuanya. Sampai di rumahnya, Tania di sambut oleh para pelayan rumahnya dengan hormat. Tania tersenyum, Tania kini berjalan memasuki rumahnya dan menapaki anak tangga rumah mewahnya dengan pelan. Sampai di kamarnya, Tania langsung merebahkan tubuh mungilnya dengan perlahan di atas tempat tidurnya. Ia memejamkan kedua matanya sebentar lalu kembali membukanya merasakan empuknya springbed yang sudah sangat lama tak di tidurinya. Kedua matanya kini beralih menatap nakas kecilnya. Ia tersenyum lirih sebentar lalu mengambil bingkai foto yang sudah lima tahun tak di lihat juga di sentuhnya. Menatap foto itu lama dan air mata mulai terbendung dari kedua matanya. Tania memejam kembali, dua tetes air mata kini turun membasahi kedua pipinya.

"Sejauh apapun aku melangkah, sejauh apapun aku berpijak, dan sejauh apapun aku menjauh, tetap aja kalau ada yang tertinggal pasti aku akan kembali. Ya aku meninggalkan sesuatu, hati aku yang masih bersarang di hati kamu, Ngga.." Gumam Tania sangat lirih di temani air mata yang mulai deras turun membasahi kedua pipinya.

Tiba-tiba handphonenya berdering menandakan ada panggilan masuk. Tania menghapus air matanya dan berusaha agar air mata itu tak turun lagi. Ia menghirup nafas sebentar lalu mengambil handphonenya yang tergeletak di samping kepalanya. Tania sedikit tersenyum melihat siapa nama kontak yang menghubunginya lalu mengangkat telepon itu dengan semangat.

"Aaaaaa Tania lo balik ke Indo?" Teriak seorang wanita di ujung sana dengan kencang membuat Tania sampai harus menjauhkan telepon itu agar telinganya tak sakit.

"Kata siapa lo?"

"Kata nyokap lo.. Bener kan?"

"Iya-iya gue bener balik. Main dong kesini, gue pengen banyak cerita sama lo." Ujar Tania setelah Ia kembali mendekatkan benda kotak itu ke telinga kanannya.

"Okeoke dalam hitungan lima belas menit gue akan segera sampai di rumah lo. Itung ya pake stopwatch.."

"Ga usah alay ah lo udah tua juga.."

"Eh Tania, umur gue masih sama ya kayak lo mau 26 tahun.. Tapi muka gue sih masih cimit kayak anak SMA baru lulus.."

"Udah deh lo kapan otw nya kalo ngomong terus.."

"Oiya gue lupa.. Ya udah BYE!" Teriak wanita itu kembali lalu langsung mematikan sambungan teleponnya. Tania hanya menggeleng pelan lalu menaruh telepon genggamnya itu kembali ke samping kepalanya.

"Dasar si Mia ga berubah-berubah.."


*
Rangga tengah berkutat dengan laptopnya di ruangan ini. Waktu masih menunjukkan pukul dua siang lebih namun terlihat wajah Rangga sudah terlihat lelah. Rangga menghela nafas berat lalu menyandarkan punggungnya ke kursi yang di dudukinya.

"Kerjaan banyak mulu ga selesai-selesai.." Dumel Rangga lalu memainkan mouse laptopnya.

"Buka twitter aja deh.."

Rangga mulai menegakkan tubuhnya kembali. Ia kini membuka akun twitternya yang sudah hampir sebulan tak di bukanya. Rangga mulai menatap beranda akun twitternya dengan seksama. Kebanyakan memang tweet galau yang bermunculan di beranda twitternya. Namun, ada salah satu tweet yang mampu membuat matanya menatap tweet itu dengan pandangan spesifik.

@Miaaa_S 1 minutes ago
Ciieee yang balik lagi ke Indo ciyeee.. Bawa oleh-oleh bule gak tuh di kopernya, bagi dong?! Haha :P


Fikiran Rangga mulai bekerja mencerna maksud dari tweet Mia, temannya sekaligus sahabat Tania. Rangga mulai terdiam sambil mengambil kesimpulan. Apakah Tania kembali ke Indonesia?


*
Waktu sudah sangat malam, Tak terasa memang karena waktu terus berputar dengan konstan membuat suasana dunia pun berganti secara teratur di setiap detiknya. Tania duduk diam di atas tempat tidur yang ber-sprai keropi miliknya sambil berhadapan dengan laptop teman kerjanya selama tiga tahun ini. Kini Tania tengah membuka akun twitternya yang sudah lama tak Ia buka sekitar enam bulan. Tania memang terkadang selalu on di dalam semua akunnya, tetapi Tania tak menunjukkan batang hidungnya sehingga semua orang termasuk Rangga sendiri mengira akun Tania sudah tak di gunakan lagi. Tania kini tengah menatap beranda twitternya yang sampai tengah malam ini masih cukup ramai. Tak di sangka, sebuah akun yang sampai beberapa saat lalu masih Tania stalk dengan akun temannya muncul di deretan tweet-tweet yang sangat banyak itu.

@Rangga_Moela 49 seconds ago
Nanti ya kalo ada waktu main ke sana. RT @Nisaaa: @Rangga_Moela Kemana aja ga keliatan ka? Kapan ke kampus lagi ngobrol sm anak" organisasi?


Tania menatap akun itu sebentar lalu mulai menggeser kursor laptopnya untuk meng-klik akun @Rangga_Moela yang tadi sempat muncul di beranda twitternya. Terlihatlah avatar twitter Rangga yang kini membuat Tania teriak dalam hati mengakui bahwa Rangga sangat tampan di dalam foto itu. Header twitter itu sendiri masih merupakan foto Rangga dan background twitternya, adalah foto Tania dan Rangga saat terakhir mereka foto bersama lima tahun yang lalu di daerah bukit di Puncak, Bogor. Tania tersenyum lirih, Ia mengingat sekali kejadian kala sebelum dan sesudah foto itu di ambil. Tania, masih ingat betul semua kenangan Ia bersama Rangga walaupun hanya secuil kejadian yang sepintas terjadi antara dirinya dengan Rangga. Tania, benar-benar tak bisa melupakan Rangga.

Tania mulai membaca satu-persatu tweet Rangga yang sudah lama tak Ia lihat. Ternyata Rangga masih cukup aktif juga di media sosial sampai sekarang. Beberapa tweet Rangga berhasil membuat kedua mata Tania ter-stuck pada rangkaian kata itu. Tania mulai mengeluarkan air mata dari kedua matanya yang memiliki bola mata beriris coklat indah itu.

@Rangga_Moela
Mengharapkan kupu-kupu yg sudah terbang dan tak tahu entah kembali lagi atau tidak. Banyak yang sama, tetapi yang mau hati tunggu itu hanya kamu, keindahan.

@Rangga_Moela
Sama-sama gengsi itu malah membuahkan kejadian yang tak baik. Jujur, lebih baik walau mendapatkan buah yang pahit.

@Rangga_Moela
Kalo cinta, ya bilang cinta. Jangan selalu di pendem, udah tau orangnya susah peka. Giliran nyerah, menghilang. Pecundang!

@Rangga_Moela
Pastiin dulu, baru melakukan tindakan. Jangan belum di pastiin, udah bertindak aja dengan menghilang entah kemana. Tau ga siapa korbannya? Aku, mengorbankan hati.

@Rangga_Moela
Dan aku yakin, kamu adalah serpihan pelengkap puzzle hidupku. Selamat malam semua :)


Tania menghapus dua tetes air mata yang menempel di kedua pipi putihnya. Tania tersenyum sinis, lalu Tania mulai menggerakkan kursor laptopnya menuju ikon "New Tweet" dan mulai mengetik dengan bantuan keyboard laptopnya.

@TaniaSafiraK_
Gue kembali! Lo masih mau perjuangin gue atau gak sama sekali? Gue tunggu perjuangan lo untuk kesempatan kali ini. Inget, katanya lo cowok setia!

@TaniaSafiraK_
Gue udah kuat. Gue udah siap. Gue emang bukan cewek hebat, tapi gue lagi berusaha buat menjadi cewek yang kuat di kala gue lemah karena lo.

@TaniaSafiraK_
Karena sebenarnya, cowok hebat itu adalah untuk cewek yang hebat juga. Sama-sama hebat, menaklukan rintangan terberat di jalinan hidup mereka.


Tania memejamkan kedua matanya untuk kesekian kali. Tania tersenyum, Ia membuka kedua matanya yang tadi terpejam lalu tersenyum menyembunyikan pedih hatinya. Tania tak boleh menangis lagi karena Rangga! Ini waktunya Tania bangkit, karena Tania tahu, Rangga juga memiliki rasa yang sama sepertinya. Walaupun Tania tak yakin sepenuhnya karena Ia mendapatkan informasi itu dari Mia. Tetapi, bukti-bukti yang Mia ceritakan tadi siang itu membuat Tania yakin bahwa selama ini dirinya tak sadar, bahwa rasa mereka ternyata saling membalas. Tuhan, satukanlah dua sejoli ini.

"Ini aku anggap kode, Ngga.. Semoga kamu lihat, dan kamu mulai memperjuangkan aku. Aku tahu, kamu sudah tahu apa semua isi hati aku tentang kamu selama ini. Ya, ini buat kamu. Selamat berjuang, Rangga!"










To be continued.


Maaf ngaret. Aku sibuk banget kawan, ini aja aku buat hampir seminggu karena ga ada waktu ngetik yang pas. Semua cerita pasti akan aku lanjut, tapi sabar ya..

Mari RCL! Mau tag, comment aja tentang part ini. Maaf typo(s) dan segala kekurangan. Gue tau ini makin ancur.


@MJenii_18

Tak Akan Terganti | Mini Story's Rangga and Tania | Chapter 8 (Beberapa Chapter Menuju Akhir Kisah).

*


Rangga masuk ke ruang rawat Tania tanpa suara dan menutup pintu ruangan itu secara perlahan. Tania yang tadi tengah fokus kepada sebuah novel yang di bacanya pun menutup buku novel itu dan menaruhnya di atas meja di samping brankarnya. Matanya kini memperhatikan Rangga yang tengah berjalan ke arahnya. Segurat senyum ceria kini muncul di bibir mungil Tania.

"Eh lo, malem-malem gini ngapain ngeluyur ke rumah sakit?" Tanya Tania. Rangga kini duduk di bangku yang berada di sebelah brankar Tania dan menatap Tania dengan tatapan jengkelnya. Pake nanya lagi Tania si Rangga mau ngapain. Ya mau numpang ngamen lah di sana! Haha oke #RanggaOraPopo.

"Mau nengok penghuni rumah sakit nih! Kangen gue ga dapet kabar dari dia hari ini. Masa udah ratusan kali gue coba telpon, tapi ga.... di angkat-angkat dan yang jawabnya tuh operator yang ba to the wel pake banget! Sibuk sekali kah itu orang?" Jawab Rangga sedikit menyindir sambil melirik Tania sinis. Lirikan ini hanya berpura-pura oke? Tania saja cekikikan di lihatin sama Rangga kayak gitu.

"Ah elo mah, Ngga.. Tadi gue emang ngobrol intens banget sama Mia jadi ga bisa di ganggu.. Biasa urusan cewek!" Jawab Tania mengedipkan sebelah matanya. Rangga berpura-pura seolah geli mendapat kedipan Tania.

"Idih.. Taulah-tau urusan cewek sih paling nge-gosip, ngomongin masalah make-up, barang-barang brenditz, kalo enggak ya cowok ganteng kayak gue gini.." Ujar Rangga dengan raut wajah sok'nya sambil mengambil apel yang berada di sana dan langsung menggigitnya.

"Pede banget lo! Itu lagi, apel gue pake di makan segala." Sewot Tania sesudah terlebih dahulu Ia menoyor kepala Rangga pelan. Yang di toyor bukannya marah tetapi malah menjulurkan lidahnya tanda mengejek Tania sambil terus melahap buah apel yang di pegangnya.

"Eh Tan, btw kenapa lo tadi ga angkat telepon gue?"

"Gue aja kagak tau dimana handphone gue berada. Biarin lah!"

"Sok kaya banget ya lo."

"Emang gue kaya!" Jawab Tania dengan gaya sombongnya. Rangga hanya diam tanpa meladeni ucapan Tania dan terus melahap buah apel yang di pegangnya hingga kini sudah habis hanya bijinya saja yang tersisa.

"Ngga.."

"Apa?" Jawab Rangga menatap Tania lalu mengambil botol air mineral yang berada di sana dan melepas segelnya lalu menenggaknya hingga setengah botol.

"Gue minta maaf ya.."

"Minta maaf untuk?" Tanya Rangga menatap Tania sambil mengangkat sebelah alisnya heran. Pasalnya, jarang sekali Tania meminta maaf dalam keadaan seperti ini.

"Untuk semuanya.. Makasih ya lo udah jadi sahabat gue yang pualing baik. Makasih udah selalu ada di samping gue di saat gue bener-bener butuh sandaran. Makasih juga lo udah mau berbagi seneng-sedihnya lo sama gue bareng-bareng. Lo emang best friend banget! Gue ga akan lupain lo!" Tania. Ia berbicara dengan tatapan teduhnya menatap Rangga yang tengah memperhatikannya. Tania tersenyum sangat manis sambil mengucapkan perkataannya tadi. Rangga kini tersenyum, Ia meraih kedua telapak tangan Tania lalu menggenggamnya erat. Tania kini bangun dari berbaringnya dan duduk di atas brankarnya.

"Sama-sama cewek cengeng! Makasih banyak juga dari gue buat lo.. Banyak kata yang ga bisa gue ungkapin ke lo selama persahabatan kita ini terjalin. Yang pasti, lo satu-satunya sahabat gue yang ngerti banget gimana kondisi gue. Terimakasih, Tan.." Rangga. Tania tersenyum haru. Tanpa aba-aba, Tania langsung memeluk Rangga erat. Membenamkan wajah cantiknya ke arah bahu sebelah kiri Rangga. Rangga pun sama, Ia membenamkan wajah tampannya di antara bahu dan leher jenjang Tania. Sedikit isakan tangis terdengar di sana, ternyata bunyi itu berasal dari bibir mungil Tania.

"Jangan nangis.." Lirih Rangga dalam pelukan mereka.

"Gue terharu ya.. Gue seneng.. Biarin aja air mata ini turun, oke?" Tania. Rangga kini makin mengeratkan pelukannya pada tubuh Tania.

"Jangan tinggalin gue ya, Tania.. Gue gatau jadi apa hari-hari gue kalo ga ada lo.." Lirih Rangga lagi. Tania kini semakin membenamkan wajahnya di bahu Rangga. Ia kini menangis, tapi tak mengeluarkan suara.

"Justru gue begini karena gue bakal ninggalin lo entah sampai kapan, Ngga.. Maafin gue ya nanti.. Gue harap, lo jangan benci gue suatu saat nanti.. Di waktu itu.." Ujar Tania dalam hati. Ia tak bisa mengungkapkan isi hatinya dan rencananya di esok hari untuk saat ini. Ia tak mampu. Biarkan saja waktu yang memberitahukan kepada Rangga secara lambat laun.

"Love you, Tan.." Lirih Rangga untuk kesekian kalinya di dalam pelukan ini. Tania kembali memejamkan matanya. Cinta? Paling sebagai sahabat bukan? Namun, pasti kata-kata ini akan selalu tergiang di dalam telinga Tania suatu saat nanti. Entah kapan, yang pasti, pada saat Tania sudah meninggalkan Rangga. Maafkan sahabatmu ini, Ngga~


*
Siang hari ini sangat terik sekali sinarnya. Suhu panasnya pun sangat menyengat kulit membuat keringat pasti akan selalu bercucuran. Termasuk pria tampan yang tengah berjalan di koridor kampusnya, Rangga. Ia kini akan menuju kelasnya siang ini karena jadwal kuliahnya adalah siang. Sesekali Rangga mengelap keringat yang bercucuran di wajah dan lehernya dengan sapu tangan berwarna biru muda yang di genggamnya saat ini. Sapu tangan pemberian Tania saat hari ulang tahunnya di tahun kemarin. Memang kadonya tak seberapa, namun entah mengapa ini sangat spesial sekali bagi seorang Rangga.

Rangga kini masuk ke dalam kelasnya, kelasnya masih cukup sepi. Padahal setengah jam lagi akan di mulai pembelajaran. Rangga duduk di deretan kedua dari pintu dan duduk di kursi paling depan. Rangga teringat pada satu sosok yang selalu berada di pikirannya akhir-akhir ini. Rangga lalu mengambil handphonenya yang berada di saku jeans hitamnya lalu sedikit membuat rangkaian angka di atas layar touch itu dan langsung menghubunginya dengan menekan tanda calling di sana. Sedikit lama Rangga menempelkan handphone itu di telinga kanannya lalu kembali melepasnya.

"Handphonenya kenapa sih? Gatau ini orang penasaran sama keadaannya." Dumel Rangga. Ia kini kembali memasukkan handphonenya ke dalam saku jeans nya lalu mulai membuka buku tebal yang tadi Ia ambil di dalam tasnya.


*
Tania kini duduk sambil menatap ke arah jendela besar yang berada di sampingnya. Saat ini, Ia tengah berada di ruang tunggu dimana orang-orang akan pergi ke suatu daerah menggunakan kendaraan yang bisa terbang menembus awan. Handphonenya sejak tadi bergetar di dalam saku jeans yang di pakai Tania tetapi tak di hiraukan olehnya. Tania menatap jendela itu dengan mata berkaca-kaca. Fikirannya tertuju kepada seseorang. Seseorang yang akan di tinggalkannya mulai saat ini hingga entah sampai kapan.

"Tania.." Tania mengalihkan pandangannya menatap ke sebelah kanannya. Di sana sang mamih tengah menatapnya dengan tatapan teduh sebagaimana seorang ibu menyayangi anaknya sambil tersenyum tulus.

"Kamu kenapa?" Tanya Kania sambil mengusap puncak kepala putrinya lembut. Tania menggelengkan kepalanya tanda Ia tidak apa-apa.

"Kamu bohong?"

"I'm so serious, Mam."

"Oke kalo gitu. Senyum dong jangan murung terus. Ga enak banget liatnya. Wajah kamu yang cantik juga jadi keliatan jelek loh!" Gurau Kania. Tania kini mengeluarkan senyum khasnya. Kania tersenyum dan kini mengusap pipi putri semata wayangnya penuh kasih sayang.

"Kamu udah kabarin Rangga Tan kalo kamu akan pergi? Kok tadi dia ga nganterin kita?" Tanya Kania membuat senyum yang tadi di ulum Tania secara manis kini menyurut kembali menjadi raut datar.

"Hmmm.. Udah mah, udah.. Hehe cuma tadi kata Rangga dia ga bisa soalnya urusan kampusnya lagi sibuk banget.." Jawab Tania lalu mengembangkan senyumnya kembali. Yang pasti, senyum ini lebih di paksakan dari senyum sebelumnya yang memang keduanya adalah senyum palsu.

"Oh gitu.." Kania. Tania menghela nafas perlahan lalu kembali menatap jendela besar di sampingnya.

"Raga aku memang pergi.. Bukan berarti jiwa aku juga pergi. Kalau kamu peka, rasa ini belum pergi. Ia masih merekat, merekat erat di hati kamu. Terimakasih untuk semua, semua jejak kehidupan yang kamu berikan sama aku. Jejak yang sudah kita ukir bersama, walau sering terhapus di makan waktu. Aku yakin, bila jejak itu masih bisa di lihat oleh takdir yang memihak kita. Aku kembali, dan akan mulai berjuang. Berjuang untuk dapatkan kamu walau kita sudah di pisahkan oleh keadaan. Love you, Rangga~"


*
"Loh sus, ruangan ini kemana pasiennya?" Tanya Rangga panik sambil bertanya kepada seorang perawat yang lewat di hadapannya.

"Mas belum tau, pasien di sini sudah pulang dari tadi pagi." Jawab perawat itu. Rangga mengernyitkan keningnya bingung.

"Pulang? Oke deh makasih ya, sus."

"Sama-sama mas, ya sudah saya pergi dulu. Mari.." Ujar perawat itu di iringi senyumnya. Rangga menganggukkan kepalanya dan kembali menatap ruangan rawat Tania yang sudah kosong itu dengan bingung. Memang, sore ini Rangga kembali datang ke Rumah Sakit ini dengan berniat seperti biasa untuk menjenguk Tania. Namun saat ini? Ruangan sudah kosong tak berpenghuni.

Rangga menutup pintu ruangan itu dan berjalan menuju pintu keluar Rumah Sakit ini dengan langkah sedikit terburu. Setelah sampai di area parkir, Ia langsung berjalan menuju mobilnya dan masuk ke mobilnya lalu mengemudikan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi.

"Entah kenapa, perasaan gue ga enak kali ini." Lirih Rangga dalam hati sambil terus mengemudi mobil sport kesayangannya.

Rangga telah sampai di kediaman keluarga Rays. Langsung saja Rangga berlari menghampiri pintu besar berwarna coklat itu. Rangga mengetuknya dengan tempo cepat dan keras membuat bunyi ketukan itu sangat nyaring. Tak lama, seorang pelayan wanita membuka pintu itu secara perlahan.

"Dimana Tania?" Tanya Rangga secara tiba-tiba. Memang ini tak sopan, tapi Rangga tak bisa menahan kekhawatirannya terlalu lama.

"Tania? Memang den Rangga tidak tahu? Tania beserta nyonya dan tuan akan pergi ke Amerika hari ini." Ujar pelayan wanita paruh baya itu membuat Rangga membulatkan matanya terkejut.

"Ibu jangan bohong! Serius Tania pergi? Pergi waktu kapan, Bu?" Tanya Rangga. Lihatlah! Kedua matanya sudah berkaca-kaca. Sungguh, Rangga tak mau di tinggal oleh Tania.

"Non Tania memang tak datang ke rumah ini. Namun tuan dan nyonya pergi sejak pagi tadi." Ujar pelayan itu membuat Rangga menggelengkan kepalanya tak percaya. Tanpa pamit terlebih dahulu, Rangga langsung berlari meninggalkan tempat ini menuju mobilnya yang masih terparkir di halaman rumah megah ini.


*
Rangga mengemudikan mobilnya dalam kecepatan tinggi. Sangat beruntung sekali saat ini karena jalanan tidak terlalu macet parah. Perjalanan dengan kecepatan tinggi itu akhirnya memakan waktu 15 menit dengan kendaraan pribadinya. Setelah memarkirkan mobil sportnya di area parkir, Rangga langsung saja berlari memasuki area Bandara dan mencari letak terminal 2F dimana Tania beserta keluarganya akan pergi melewati tempat itu. Rangga sudah sampai di sana, Ia kini melihat papan layar yang menampilkan jadwal penerbangan untuk hari ini. Seketika tubuh Rangga pun melemas. Pesawat yang Tania tumpangi ternyata sudah take off semenjak 15 menit yang lalu.

"Tania.. Kenapa kamu pergi? Kamu kenapa pergi di saat hati ini mulai sepenuhnya milik kamu, Tan.." Lirih Rangga dalam hati. Ia kini mengusap wajahnya kasar lalu dengan berjalan lesu Ia mulai meninggalkan tempat itu.

"Aku yakin. Jika kita berjodoh. Kita akan bertemu kembali. Kita akan di satukan oleh waktu. Love you, Tania~"











To Be Continue


Hai! *muncul keluar asep*
Maap ya yang udah nungguin cerita ini sampe karatan, lumutan, cacingan, nagaan :O
Gimana tuh Tanianya pergi? Huhu Rangganya buat gue aja yaa? :3
Maaf makin ancur kawan dan maaf juga typo(s)!
Beberapa part menjelang END :))


@MJenii_18

Tak Akan Terganti | Mini Story's Rangga and Tania | Chapter 7.

*

Tania melepas tubuh yang sejak tadi di peluknya secara perlahan lalu mulai mendongakkan kepalanya. Matanya membulat menatap sang empunya tubuh yang tengah menatapnya sayu.

"Ra.. Ra.. Rangga? Bukannya tadi itu Dina?" Kaget Tania. Rangga tersenyum tipis menatap Tania yang tengah terkejut. Tanpa izin terlebih dahulu, kini Rangga langsung saja memeluk Tania erat. Tania kembali membulatkan kedua matanya. Apa-apaan ini?

"Maafin gue, Tan.." Ujar Rangga lirih di telinga Tania sebelah kiri. Tania terdiam dan air matanya kini mulai deras lagi turun dari kedua pelupuk mata indahnya. Kedua tangan Rangga mendekap pinggang Tania erat sedangkan Tania hanya diam tanpa sedikit pun tergerak untuk membalas dekapan Rangga. Tania memejamkan kedua matanya di tengah air mata yang terus turun. Ada rasa nyaman di dalam pelukan ini. Namun ada rasa sakit yang teramat dalam juga yang Ia rasakan kala mendapat dekapan dari seorang Rangga.

"Ma..af un..tuu..kk a..app..aa?" Tanya Tania terbata-bata sambil membuka matanya yang masih tergenang air matanya.

"Untuk semua.. Semua perlakuan gue yang buat lo sakit hati. Di sengaja ataupun ga di sengaja sama gue.. Gue minta maaf.. Maaf untuk ribuan air mata yang jatuh dari pelupuk mata lo tanpa gue ketahui karena gue. Maaf beribu maaf , Tan.." Rangga. Ia semakin mengeratkan pelukannya dan membenamkan wajahnya di antara leher dan bahu kiri Tania.

"Hks.. Lo, ga pernah salah sama gue.. Lo baik banget sama gue.. Lo.. Lo itu emang...."

"Ga usah nutup-nutupin semua kesalahan gue dengan semua kebaikan gue yang memang harus gue kasih ke lo, Tan! Plis jujur aja sama gue.. Kita udah lama kenal.. Kita udah saling tau satu sama lain.. Plis lebih terbuka lagi sama gue tentang apapun apalagi yang berhubungan dengan gue.. Jangan di simpen sendiri dan buat lo nangis kayak gini.." Rangga. Tania makin terisak dan kedua tangannya kini mulai membalas pelukan Rangga. Membenamkan wajahnya di dada bidang Rangga. Menangis, menuangkan semua rasa sakitnya terhadap orang yang selama ini tanpa sadar telah membuatnya sakit. Untuk saat ini, Tania tidak bisa menceritakan semuanya kepada Rangga. Tentang rasanya, hatinya, sakitnya, perihnya karena Rangga dan tanpa Rangga sadari tentunya.

"Hks..Hks.." Isak Tania. Rangga semakin membenamkan wajah sahabatnya ke dada bidangnya. Mendekapnya erat dan hangat dan berdoa agar dengan pelukan ini sahabatnya merasa sedikit lebih tenang.

"Apa lo bisa cerita sekarang?" Tanya Rangga lirih. Tania menggelengkan kepalanya sambil terus memeluk Rangga erat. Rangga merasakan gelengan kepala Tania di dada bidangnya membuat Rangga kini hanya menghela nafas perlahan dan terus mendekap Tania erat.


*
Keadaan Tania kini semakin membaik. Bahkan esok Tania sudah boleh pulang ke rumahnya. Saat ini, Tania tengah terbaring di atas brankarnya sambil memainkan handphonenya. Matanya sejak tadi tak lepas dari layar handphonenya sampai kini pintu kamar rawatnya terbuka membuat Tania mengalihkan pandangannya ke arah pintu yang terbuka beserta decitan khasnya. Masuklah sepasang suami istri yang sudah memiliki umur lebih dari empat puluh-an menghampiri Tania yang tengah menyambut mereka berdua dengan senyum khasnya.

"Mamih.. Papih.." Tania. Ia menyalami telapak tangan kedua orang tuanya tanpa membangkitkan tubuhnya dari brankar yang sudah seminggu ini menjadi tempat tidurnya. Alan dan Kania tersenyum menatap keadaan putri semata wayang mereka yang kini sudah semakin membaik. Cukup mengkhawatirkan mereka kala kemarin, pada saat Rangga menghubungi mereka bahwa Tania masuk ke dalam Rumah Sakit karena di tikam teman sekampusnya. Alan pun tidak tinggal diam, Ia langsung mengurus semuanya. Membalas kejahatan Keyla dengan cara yang tak seburuk seperti cara Keyla menjahati Tania. Alan hanya memutuskan semua hubungan kerjasama nya dalam bidang apapun dari Keluarga Keyla juga mengurus Keyla di Kepolisian. Namun Keyla bukanlah anak dari kalangan biasa. Dengan sedikit kibaran rupiah, Ia pun sudah bebas dari lingkup masalahnya di dalam kantor kepolisian dan mulai berkeliaran lagi entah kemana dan dimana.

"Tania, kami akan membawamu ikut dengan kami di Amerika besok.. Kami sudah mengurus semuanya, apa kamu mau?" Tanya Kania hati-hati agar Tania tidak terlalu tersinggung. Tania sendiri langsung membulatkan matanya setelah mendengar ucapan sang mamih.

"Hah pergi? Untuk apa, mam?" Tanya Tania.

"Kami ingin kau melanjutkan kuliah kamu di sana dan lebih bisa mengawasi mu agar tak terjadi kejadian seperti ini lagi. Sungguh putri ku, aku dan mamihmu sangat merasa khawatir sekali setelah mendengar kau di tikam kemarin." Ujar Alan berusaha menjelaskan maksud dan tujuannya bersama sang istri. Tania hanya tersenyum meremehkan setelah mendengarkan penjelasan sang papih. Baru sekarangkah mereka mengkhawatirkan putri semata wayang mereka? Selama ini mereka kemana saja? Apakah mereka sangat mementingkan pekerjaan mereka sampai kini mereka mulai menyesal karena melihat putri semata wayangnya lemah dengan keadaan yang sangat menegangkan? Oh Tuhan!

"Ngapain aku ikut sama kalian? Masih mending aku di sini. Biarpun tanpa kalian, aku masih banyak teman yang menemaniku di sini. Menemaniku di tengah kesepiannya aku seperti tidak punya keluarga. Kalau aku ikut kalian? Percuma! Pasti aku akan seperti pohon kusam yang tak di hinggapi oleh burung satu ekor pun. Biarpun aku terus di lihati, di tatap kalian, tapi kalian tetap sibuk dengan urusan kalian. Aku ga mau!" Tegas Tania. Kania kini berkaca-kaca mendengar perkataan Tania yang cukup menggores luka di hatinya. Tak pernah Tania berbicara sekasar ini kepadanya, mengapa saat ini Tania menjadi seperti itu? Kania sadar, Ia telah mencampakkan putri semata wayangnya di negara asal keluarganya. Tapi, apakah Ia dan Alan mengajarkan Tania putri semata wayangnya dalam memprotes dengan cara yang seperti ini? Oh Tuhan, maafkan kekhilafan putri ku ini, Batinnya.

"Tania, sejak kapan kau lancang seperti ini! Ingatlah, kami tak pernah mengajarkanmu bersikap seperti itu saat kau tidak setuju akan suatu hal!" Tegas Alan menatap nanar putri semata wayangnya dan sekaligus buah hatinya yang sangat Ia cintai ini. Memang ini salahnya juga Kania yang terlalu sibuk akan dunia mereka. Tetapi, mereka juga seperti ini karena untuk mencari uang. Agar kebutuhan Tania semua terpenuhi dengan sangat gampang bahkan seperti tinggal menyentikan jemarinya saja. Asal Tania tahu, biarpun seperti ini Alan dan Kania itu sangat menyayangi Tania. Ingat dengan sangat!

"Tapi kalian lah yang buat aku seperti ini. Ingat pap, dari aku kecil aku seperti ini. Aku, aku ibaratkan anak baby sister dan pelayan di rumah aku sendiri. Bukan mamih yang menenangi aku di saat aku sedih, bukan papih yang membimbing aku agar tidak menjadi sosok yang lemah walaupun aku tak harus seperti pria. Tapi mereka pih, mih! Mereka.. Aku, aku.. Hks.." Sentak Tania di akhiri dengan isakan tangisnya. Tubuhnya kini pun sudah terduduk di atas brankarnya dan wajahnya yang penuh akan air mata Ia tutup dengan kedua telapak tangannya. Ia tak bisa lagi menyembunyikan kepedihan hidupnya selama ini. Ia sayang kepada kedua orang tua nya, sangat sayang. Tapi Ia kurang kasih sayang. Ia ingin seperti teman-temannya yang lain dari saat Ia mulai menduduki bangku taman kanak-kanak. Di saat temannya di antar-jemput bahkan di tunggui sampai pulang oleh orang tua mereka. Tania tidak, Ia malah dengan supir dan baby sisternya. Di saat teman-temannya mengambil raport dengan orang tua mereka, Tania malah dengan pembantunya dan bahkan sering hanya seorang diri. Dan di saat teman-temannya jalan-jalan ke Mall bersama mamah mereka dan masuk ke dalam salon bersama-sama. Tania tidak, paling Ia hanya di antar Rangga dan sering sekali sendiri. Ia ingin seperti yang lainnya. Tania ini hanya manusia biasa, anak keturunan adam dan hawa yang sama dengan anak manusia yang lain.

Kania kini menumpahkan air mata yang sedari tadi menggenang di pelupuk matanya. Putri nya menangis, Ia pun seperti di sayat ribuan silet di hatinya. Tanpa aba-aba, Kania langsung memeluk Tania erat. Memeluk putrinya sambil menangis di bahu sang anak. Tania mengusap punggung Kania perlahan. Ia sedih, cukup Tania yang menangis, mamih dan papih jangan! Batin Tania.

"Kami akan perbaiki semuanya Tania. Mohon ikut dengan kami besok.. Kami janji.." Lirih Kania di iringi isak tangisnya. Tania kini mulai berfikir matang-matang untuk menerima permintaan kedua orang tuanya. Apakah Ia akan menerima permintaan itu? Tapi Ia akan meninggalkan orang-orang yang Ia sayang terlebih Rangga. Kalau Ia tak menerima permintaan kedua orang tuanya, yang pasti Ia akan mengecewakan hati kedua orang tuanya. Tania juga ingin mewujudkan impiannya, bersatu kembali dengan mamih dan papihnya dan hidup seperti keluarga yang lain. Tapi... Ah Tania bingung saat ini!

"Bagaimana Tania, apa kau mau ikut bersama kami? Apabila kau tidak mau kami tidak akan memaksakan kamu, sayang." Ujar Alan mengusap puncak kepala Tania dengan lembut. Kania pun kini melepaskan pelukannya dari tubuh Tania lalu menghapus air matanya sendiri dan air mata Tania.

"Bagaimana? Kami tidak akan memaksa kamu, sayang.." Kania. Tania menatap wajah kedua orang tuanya bergantian. Terbesit rasa tak tega dalam hati Tania kala melihat pancaran mata kedua orang tuanya yang sangat menginginkan Tania ikut bersama mereka.

"Ya, aku mau mih, pih.." Tania. Kania dan Alan pun kini tersenyum dengan sangat indah dan mengembang.


*
Rangga sedari tadi hanya menggenggam handphonenya sambil mondar-mandir tak jelas di depan tempat tidurnya. Hari ini memang Rangga tak menjenguk Tania karena mengurus tugas-tugasnya sebagai mahasiswa juga mengurus tugas-tugasnya sebagai anggota organisasi di Kampus yang menumpuk di waktu yang sama.

Rangga kembali menekan layar touch screen di handphonenya lalu menempelkan nya pada telinga kanannya. Sudah beberapa kali Ia melakukan aktivitas ini namun orang yang ingin Ia hubungi tak merespon panggilannya sama sekali. Rangga kini semakin resah. Rasanya Ia ingin keluar kali ini, namun hari sudah malam. Tadi Rangga pulang pukul setengah tujuh malam dan pasti kedua orang tua nya yang masih ada di rumahnya tak mengijinkan Rangga untuk keluar kembali. Tapi keadaan yang seperti ini yang membuat Rangga pasti tak nyaman tidur di malam penuh bintang kali ini. Rangga kini duduk di pinggir tempat tidurnya, menempelkan handphone I-Phone s5 nya di hidung mancung miliknya.

"Tania kemana sih? Ga biasa banget dia kayak gini." Gumam Rangga. Rangga kembali menekan layar touch handphonenya merangkai beberapa angka menjadi suatu nomor telepon lalu menempelkan untuk kesekian kalinya handphone itu ke telinga kanan miliknya. Kembali dan kembali operator yang menjawab. Rangga geram, Ia kini langsung memasukkan handphonenya ke dalam saku celana pendek selutut yang tengah Ia pakai. Rangga menatap jam yang berada di sisi kamarnya. Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Kini Rangga mengambil dompet dan kunci mobilnya lalu keluar dari kamarnya.

Rangga mengendap-ngendap menuruni anak tangga rumahnya. Ia melirik ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada siapa-siapa yang mengetahui dirinya. Sampai kini Ia melewati kamar utama dimana kamar kedua orang tuanya yang tertutup rapat. Rangga menghentikan langkahnya sejenak sambil mengambil nafas agar jantungnya tak berdegup terlalu kencang lalu mulai melangkah kembali. Langkah demi langkah telah Ia tempuh sampai kini Ia sudah melewati pintu besar kecoklatan milik kamar kedua orang tuanya. Beberapa meter lagi, Ia akan sampai pada pintu rumahnya. Dengan masih was-was, Rangga mempercepat langkahnya agar segera sampai di pintu rumahnya yang besar itu.

"Rangga!" Panggil seseorang dari arah belakang Rangga. Rangga menepuk keningnya tanda Ia kaget karena sudah ketahuan kabur lalu mulai membalikkan tubuhnya ke belakang melihat siapa yang memanggilnya.

"Aaaa setaaannn!" Teriak Rangga. Bagaimana tidak, di hadapannya kini adalah seorang wanita menggunakan jubah putih yang menutupi tubuhnya dati atas sampai bawah dan dengan rambutnya yang di urai panjang. Wajahnya pun berwarna putih yang membuat Rangga kaget setengah mati.

"Eh setan, setan! Ini mamih, Ngga.. Kamu lagi ngapain ngindik-ngindik gitu? Mau keluar?" Tanya Yudith menatap tajam putranya. Rangga hanya diam menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal.

"Hehe aku mau ketemu Tania mih. Aku hari ini belum jenguk dia, di hubungi tapi ga di angkat-angkat. Boleh ga mih aku keluar sebentar?" Rangga. Ia mengatup kedua telapak tangannya di hadapan sang mamih. Yudith sendiri kini mulai menatap spesifik putranya sambil memakan potongan tipis mentimun yang tadi di gunakannya untuk menutupi kedua matanya. Mencari kebenaran, apakah putra nya jujur atau hanya alasan bulshit semata.

"Oke mamih ijinkan kali ini. Tapi kau di antar pak Udin gimana?" Yudith. Rangga membulatkan matanya terkejut.

"Astaga mamih~
Putramu ini sudah dewasa. Umurku sudah 22 tahun. Apa aku harus di antar seperti anak TK kah?" Tanya Rangga kesal. Yudith hanya memandang putranya santai sambil membenarkan tatanan rambutnya yang terurai panjang.

"Mamih seperti ini karena mamih takut kamu kenapa-kenapa. Jakarta ini rawan, Rangga.. Masih untung mamih tidak menyuruh pengawal untuk menemani kamu. Jadi bagaimana? Mau?" Tanya Yudith menatap anaknya sambil tersenyum tipis. Rangga kini menampakkan wajah kesalnya.

"Ah mamih! Plis lah, aku ingin sendiri saja mengendarainya. Ga usah dengan Pak Udin ya?" Pinta Rangga kembali. Sang mamih menggelengkan kepalanya sambil menggerakkan jemari telunjuknya ke kanan dan kiri yang sudah di hadapkan ke arah Rangga.

"Mamih udah ijinin kamu loh padahal! Terserah sih mau di turuti atau enggak, tapi itungan ke lima kalo kamu ga ambil tawaran mamih, mamih akan cabut ijin mamih lagi! Pilih yang mana?" Tanya Yudith. Rangga menghela nafasnya perlahan dan Ia kini mulai berbalik hendak melangkah ke arah pintu rumah mewahnya.

"Ya sudah, aku tunggu di luar mih.. Mamih tolong panggilkan Pak Udin." Lesu Rangga. Ia kini mulai membuka pintu rumahnya dan menutupnya kembali sedangkan Yudith kini masih di tempatnya sambil tersenyum penuh kemenangan.

"Haha nurut juga kan tuh anak.. Eh tapi, kenapa dia jadi nyuruh saya buat manggil si Udin? Ah nyuruh ini mah!" Dumel Yudith. Ia kini mulai melangkahkan kakinya menuju arah belakang dimana kamar Pak Udin atau supir keluarga rumah ini berada.


*
"Pak, Pak Udin tunggu di mobil sebentar ya.. Rangga ga lama kok!"

"Baik den, mau lama juga gapapa. Kalo Pak Udin ga ada di mobil, aden cari aja Pak Udin di sana.." Ujar Udin menunjukkan warung kopi yang berada di sebrang jalan dengan ibu jarinya.

"Oke Pak Udin!" Rangga. Ia kini keluar dari mobil Alphard putih milik mamihnya lalu mulai memasukki area Rumah Sakit. Kakinya kini melangkah dengan santai menelusuri koridor-koridor Rumah Sakit yang masih cukup ramai dengan keluarga pasien.

Kini Rangga telah sampai di depan ruang rawat Tania. Pada saat akan meraih knop pada pintu itu, tak di sangka pintu itu terbuka dan keluarlah seorang wanita berwajah oriental yang cukup mengagetkan Rangga.

"Mia?" Kaget Rangga. Mia yang di sebut namanya tersenyum.

"Hei, Ngga!" Jawab Mia. Rangga kini membalas senyuman Mia.

"Hei, abis jenguk Tania?" Tanya Rangga. Mia menganggukkan kepalanya.

"Iya nih.. Hehe sok atuh masuk Tanianya belum tidur kok.." Mia. Rangga menganggukkan kepalanya dan kini Mia mulai melangkah keluar memberikan jalan kepada Rangga agar Rangga dapat dengan mudah masuk ke Ruang Rawat Tania.

"Ya udah gue pergi dulu ya.." Mia. Rangga menganggukkan kepalanya dan kini Mia mulai melangkah meninggalkan Ruang Rawat Tania. Rangga kini menghela nafasnya perlahan lalu mulai membuka pintu yang tadi sudah sedikit terbuka dan mulai masuk ke dalam dengan langkah tanpa suara.



















To Be Continue.


Nah ga ngaretkan?
Hehe jangan lupa RCL dan maaf typo(s)!

Oke selamat tidur and see you babay~


@MJenii_18

Tak Akan Terganti | Mini Story's Rangga and Tania | Chapter 6

*

Perlahan Tania membuka kedua matanya. Jemari-jemari kedua tangannya pun secara refleks bergerak pelan. Tania kini dapat melihat plavon berwarna putih yang berada di atasnya. Kemudian mata Tania mengalihkan tatapannya menatap ke arah samping tubuhnya. Di sana, ada Rangga yang tengah tertidur dengan lipatan kedua tangannya sebagai bantal. Tania tersenyum. Dengan lemahnya, Tania mengangkat tangan kanannya dan membelai rambut Rangga perlahan.

"Aku sayang banget sama kamu, Ngga.. Aku cinta.. Cukup aku aja yang tau kalo aku cinta sama kamu. Kalo kamu tau tentang rasa aku, itu terserah kamu." Gumam Tania dalam hati. Tania tersenyum tipis di dalam alat bantu pernafasan yang menutupi mulut dan hidungnya itu.

Rangga kini menggeliat kala Ia merasakan ada sentuhan lembut di puncak kepalanya. Rangga mengangkat kepalanya lalu menatap Tania. Rangga dapat melihat Tania tengah tersenyum di sela menatap wajahnya. Rangga membalas senyum Tania dengan senyum sumringahnya, Ia kini menegakkan duduknya lalu menggenggam telapak tangan Tania.

"Lo udah bangun? Maafin gue ya, gue tadi ketiduran.. Gue sekarang panggilin dokter oke?" Rangga. Kini Rangga bangkit dari duduknya dan mulai berjalan menuju pintu.

"Rangga.." Panggilan lemah itu kini mampu membuat Rangga membalikkan tubuhnya kembali. Rangga kini dapat melihat Tania yang tengah berusaha bangun dari tidurnya tanpa menggunakan alat bantu pernafasan lagi. Rangga membulatkan matanya, kini Ia langsung menghampiri Tania dan merangkul bahu Tania untuk berdiam dan tak berusaha duduk di atas tempat tidurnya.

"Tan, plis deh! Untuk kali ini lo jangan bandel dulu." Rangga. Tania menatap Rangga kesal.

"Bandel apanya sih? Gue pengen duduk, capek tiduran mulu." Tania. Rangga bukannya menjawab malah kini menidurkan Tania kembali.

"Lo itu baru selesai di jahit perutnya. Nanti kalo jahitannya lepas kan berabe kalik! Udah diem aja deh lo, pake lagi tuh alat bantu pernafasannya!" Ucap Rangga menatap Tania kesal. Tania menggelengkan kepalanya cepat membuat Rangga kini menghela nafas perlahan.

"Terus mau lo apa?" Tanya Rangga pasrah. Memang, Tania itu termasuk manusia yang susah untuk di atur. Apabila Ia sudah menginginkan sesuatu, ya dia akan berusaha untuk meraih apa yang dia inginkan itu tanpa memikirkan resikonya. Sekalipun perbuatannya itu salah tapi harus tetap Ia lakukan. Dan Rangga, sudah paham betul bagaimana sikap buruk Tania yang satu ini.

"Ya udah gue tiduran di sini tapi gue ga mau pake alat itu lagi. Dan lo, pergi deh manggil dokter. Gampangkan?" Tania. Ia mengedip-ngedipkan sebelah matanya bermaksud agar Rangga setuju dengan usulnya.

"Enggak! Gue ga pernah yakin sama lo soal beginian, Tan. Udah biar gue di sini aja terus gue pencet deh tuh tombol merah di atas kepala lo. Lebih gampang kan?" Rangga. Ia tersenyum begitu manis bermaksud memutuskan harapan Tania itu. Tania memanyunkan bibirnya kesal.

"Lo? Ish kenapa sih lo harus selalu lebih pinter dari gue, Ngga?" Kesal Tania. Rangga kini malah tertawa renyah mendengar ucapan Tania itu.

"Ahaha nasib lo kalo lo kalah pinter dari gue sih!" Tawa Rangga. Rangga kini memencet tombol yang berada di atas kepala Tania. Tania memanyunkan bibirnya kembali dan menatap Rangga jengkel.

"Aduhduhduh manyun mulu ih!" Rangga. Ia kini malah mengecup sekilas bibir Tania membuat Tania kini membulatkan matanya.

"Rangga lo...."

"Assalamualaikum.."

Tania dan Rangga sama-sama mengalihkan pandangan mereka ke arah pintu ruangan ini. Di sana, ada sahabat mereka. Bisma dan Dina, mereka tersenyum ke arah dua sahabatnya yang memperhatikannya dengan tampang polos mereka. Bisma dan Dina kini berjalan menghampiri Rangga dan Tania sambil bergandengan tangan.

"Heh kalian! Kenapa ada gue sama Dina kesini kalian jadi kayak patung gini?" Tanya Bisma. Seketika keduanya pun tersadar dan kini Tania menatap kesal ke arah Rangga yang tengah mengangkat kedua tangannya dengan jari yang berbentuk v.

"Kalian kenapa sih?" Tanya Dina menatap kedua sahabatnya aneh. Rangga sendiri kini bersiap akan menjawab pertanyaan Dina namun dengan ketus Tania langsung menyelanya lebih dahulu.

"Awas aja kalo lo bilang soal tadi! Bener serius gue marah Rangga sama lo." Tania. Rangga tersenyum dan kini mengusap lembut penuh kasih sayang puncak kepala Tania.

"Iya-iya ah lo marah mulu. Maaf ya soal tadi? Refleks serius.

"Tau ah!"

"Tania.. Kata mamih gue tuh ya, kalo ada orang minta maaf itu..."

"Di maafin.. Biarpun kesalahan orang itu sebesar apapun karena kata maaf itu memang mewakili semua perasaan bersalah orang itu.." Ujar Tania melanjutkan omongan Rangga yang memang kata-kata yang selalu Rangga ucapkan sejak kecil kalau Tania sedang marah. Rangga, Bisma, dan Dina pun terkekeh mendengar ucapan Tania di iringi raut wajah Tania yang memang sangat menggemaskan.

"Ya udah berarti di maafin kan?" Rangga. Tania menatap Rangga kesal lalu Ia langsung berbaring kembali di atas brankarnya dan tidur membelakangi Rangga. Rangga menghela nafas perlahan.

"Lo apain dia sih?" Tanya Bisma heran. Rangga menatap Tania sekilas lalu menatap wajah sahabatnya dengan sendu.

"Enggak gue apa-apain kok serius." Rangga. Dina menatap Rangga tajam.

"Gue ga yakin sama lo, Ngga.. Mending lo keluar dulu deh sama Bisma biar nanti gue ngomong sama Tania. Biasanya anak ini lama marahnya kalo udah kayak gini." Dina. Rangga terdiam menatap punggung Tania.

"Tapi Din.." Ucapan Rangga terhenti ketika Rangga melihat Dina yang menganggukkan kepalanya tanda Rangga harus menurut. Rangga menghela nafas untuk kesekian kalinya lalu berjalan terlebih dahulu keluar dari kamar rawat Tania di ikuti Bisma di belakangnya.


*
Rangga dan Bisma kini sedang duduk di salah satu bangku Kantin Rumah Sakit dimana Tania di rawat. Suasana Kantin cukup sepi. Tapi, suara tawa Bisma lah yang mengisi kesunyian Kantin ini. Rangga sendiri hanya bisa menatap jengkel sahabatnya sambil memainkan handphonenya.

"Ih lo Bis jahat banget sama gue sampe ketawa ngakak kayak gitu. Apa lucunya coba?" Tanya Rangga kesal. Bisma kini mulai menghentikan tawanya sambil menghapus sedikit air mata yang keluar dari kedua matanya akibat tertawa.

"Lo lagi! Tania gitu-gitu juga masih polos kalik! Ya marah lah lo gituin, apalagi kalo misalnya lo bukan orang yang dia sayang. Dina aja suka marah sama gue, segini gue calon suaminya." Ujar Bisma. Rangga terdiam beberapa detik menatap Bisma entah karena apa.

"Dia ga sayang gitu sama gue? Masa sih? Tapi gue kan sahabat dia dari kecil."

"Sayang sebagai sahabat sama sayang sebagai seseorang yang berarti di hidup dia itu beda, Ngga.. Lagian, kok lo lakuin kayak gitu ke Tania. Lo suka sama dia?" Tanya Bisma. Rangga kini diam seribu bahasa mengabaikan ucapan Bisma. Kini Ia malah meminum segelas jus jeruk yang ada di hadapannya.

"Lo ga bisa jawab, Ngga? Haha lo bingung? Lo kenapa sih? Menurut gue, lo sama Tania cocok kok! Orang tua kalian udah sama-sama kenal, kalian juga udah deket dari kecil. Baik-buruknya kalian berdua udah kalian kenal masing-masing. Kenapa lo ga coba deketin Tania sih? Gue tau, lo pasti ada rasa kan sama Tania?" Bisma. Rangga kini menggelengkan kepalanya tidak setuju.

"Enggak! Gue ga ada rasa apa-apa kok sama Tania. Tania cuma sahabat gue aja ga lebih. Lagian, dia juga belum bisa move on dari Gio." Jawab Rangga. Entah mengapa, hatinya sesak kala mengucapkan 'ga ada rasa apa-apa'.

"Lo bohong ah! Gue ga percaya sama lo. Lo sama Tania, sama-sama ga bisa di percaya."

"Eh gue serius, Bis. Lo jangan sok tau deh!"

"Ya udah terserah lo. Yang pasti, kalo lo ada rasa sama Tania, lo harus bisa buat Tania move on dari Gio. Gue yakin, lo pasti bisa. Gunain kesempatan sekarang, jangan lo anggurin gitu aja. Jangan sampe lo nyesel, Ngga.. Sakit loh Ngga, di saat kesayangan lo itu tersenyum karena orang lain. Di saat dia menangis, air matanya itu buat orang lain. Dan di saat dia menangis, yang ngehapus air matanya itu orang lain, bukan lo. Jangan sampe aja kayak gitu." Ujar Bisma dengan raut wajah seriusnya. Rangga terdiam meresapi perkataan Bisma tadi. Entah mengapa, kali ini hatinya mulai membara untuk memiliki Tania. Memiliki gadis yang sudah mewarnai hidupnya itu seutuhnya.

"Masa sih Bis? Ah lo jangan bikin gue takut dong!" Sewot Rangga sambil melempar sebatang tusuk gigi yang berada di tempat khusus kumpulan batang tusuk gigi yang berada di hadapannya.

"Ciee lo suka kan? Bener kan? Ah elah deketin aja napa Tania nya!" Bisma. Rangga kini tersenyum mendengar ucapan Bisma sambil mengaduk-aduk minuman pesanannya dengan sedotan yang sudah berada di dalam gelasnya.

"Lo ngomong sih gampang! Tapi dianya? Masih nangis aja mikirin si Gio!" Jawab Rangga menatap sahabatnya itu. Bisma tersenyum dengan arti yang tersembunyi membuat Rangga mengangkat sebelah alisnya tanda Ia heran.

"Tenang aja! Lo belajar sama gue! Sama Bisma mah yang ga bisa tuh bakal jadi bisa. Lo belajar sama ahlinya!"

"Saiko lo!"


*
Sementara itu di kamar rawat Tania, Dina tengah memeluk Tania yang menangis tersedu di dalam pelukannya.

"Hiks.. Gue harus gimana Din? Hiks.." Tania. Dina hanya diam sambil mengusap lembut punggung Tania yang terbalut oleh pakaian khusus pasien di rumah sakit.

"Hust udah mending lo tenang. Lo lagi dalam keadaan begini, lo harus pulih dulu, Tan.. Kalo lo kayak gini terus yang ada lo makin parah.." Ujar Dina. Tania masih terus menangis di dalam pelukan Dina. Menuangkan semua rasa sesaknya di depan sahabat nya sejak kecil itu.

"Hiks, gue sakit banget Din.. Gue bener-bener capek! Gue pengen mati aja.."

"Eh jangan ngomong sembarangan! Lo mau ninggalin orang-orang yang sayang sama lo! Lo mau ninggalin kedua orang tua lo? Keluarga besar lo? Ninggalin gue? Bisma? Rangga? yang sayang banget sama lo. Lo mau?" Ujar Dina dengan penuh penekanan. Menurut Dina, Pemikiran Tania itu sudah terlalu jauh. Tuhan tak akan memberikan sesuatu yang lebih di luar batas kemampuan umatnya. Tania menggelengkan kepalanya sambil terus menangis di dalam pelukan hangat Dina.

"Hiks kenapa sih Din, giliran gue udah berusaha move on dari Gio terus beralih ke Rangga. Yang gue dapet apa? Gue makin terpuruk. Gue makin merasa di bawah. Kapan gue bahagia nya Din? Kapan? Hks.." Isak Tania. Dina hanya tersenyum lirih sambil terus mengusap lembut punggung Tania yang naik-turun dalam tempo cepat. Membiarkan sahabatnya mencurahkan semua isi hatinya.

"Hks.. Rangga.. Hks.." Isak Tania kembali. Dina hanya menggelengkan kepalanya. Memang, Tania itu paling dekat dengan Rangga di antara tiga sahabatnya Rangga, Bisma dan Dina. Dan seperti inilah! Apabila di antara Tania dan Rangga itu ada masalah, Tania akan selalu seperti ini. Menyebut nama Rangga dengan isak tangisnya. Beginilah Tania. Memang cengeng, sedikit manja, dan sedikit ke kanak-kanakan.

"Hks Rangga, Din.. Hkshks.." Isak Tania secara terus menerus sambil membenamkan wajahnya di dada Dina. Tania tak menyadari, bahwa kini pintu kamar rawatnya mulai terbuka. Masuklah dua orang pria yang tadi keluar karena atas perintah Dina. Bisma dan Rangga, mereka berjalan menghampiri Dina yang tengah memeluk Tania. Dina mengkode Bisma dan Rangga dengan maksud tersembunyi. Rangga sendiri yang tahu akan kode-an Dina menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan apa yang Dina maksud. Secara perlahan, Dina melepas pelukan Tania yang mulai meregang lalu secara kilat menaruh Tania di dalam pelukan Rangga tanpa Tania sadari. Bisma dan Dina, pasangan ini beranjak meninggalkan dua sejoli yang tengah bermasalah di dalam ruangan ini. Membiarkan mereka berdua menyelesaikan masalah mereka.

"Hks Rangga.. Hks.." Isak Tania dengan tempo nafasnya yang masih cepat. Rangga hanya menatap Tania yang berada di pelukannya sendu lalu mulai mengusap punggung Tania lembut. Rangga merasa amat bersalah telah membuat Tania seperti ini. Biasanya, Rangga lah yang berusaha menenangkan Tania, memberi motivasi Tania di tengah banyaknya masalah yang Tania hadapi, dan dimana Tania tengah terpuruk akan masalah hidupnya yang kelam. Saat ini, Rangga membiarkan wanita yang mulai di lirik nya ini tenang dan tak menangis lagi. Ini salahnya, dan Ia akan berusaha mengembalikannya seperti semula. Membuat semua yang indah menjadi lebih indah lagi.

Tania sendiri merasakan sesuatu yang berbeda di dalam pelukan ini. Beberapa detik yang lalu, pelukannya tak senyaman ini. Mengapa sekarang senyaman ini dan membuat Tania ingin selalu memeluk tubuh ini. Tania juga kini menghirup aroma parfum dan maskulin pria yang sepertinya sudah sangat sering Ia hirup. Di dalam pelukan ini, Ia tak menghirup aroma parfum Dina yang selalu Dina pakai setiap kalinya. Tania yang penasaran dan masih dengan isak tangisnya, mulai melepas pelukan itu secara perlahan dan mendongak menatap siapa yang Ia peluk saat ini.













To be continue.


Maaf ngaret. Selain kesibukan sekolah dan kegiatan lainnya, ide otak saya juga tengah dalam keadaan mampet kawan :D

Ya sudah mari RCL ya!
maaf typo(s)!


@MJenii_18

Tak Akan Terganti | Mini Story's Rangga and Tania | Chapter 5.

Tak Akan Terganti 5



*
"Di sini, aku akan berusaha untuk berdiri di tengah rapuhnya kaki aku. Aku tak memikirkan sakitnya aku rapuh, tapi yang aku fikirkan, aku harus melangkah. Aku harus bisa melewati lubang kehancuran itu."

"Aku tertatih, di saat itu pula kamu memapah aku agar aku bisa berjalan melewati ruang waktu yang terus berjalan tanpa tega. Di saat aku sudah sanggup berdiri, kamu tiba-tiba menyandungku di lubang yang lain yang lebih tak ada tega. Di sini aku kembali tertatih. Namun, tanpa kamu yang merangkulku lagi."

"Aku lebih memilih aku sakit karena kamu yang menyakiti-ku. Kamu senyum. Aku pun tersenyum. Inilah kebahagiaanku, walau ku harus merasakan sakit yang lebih dari sekedar kata bahagia."






*
"Eh lo!"

Tania secara refleks membulatkan matanya saat Keyla dengan kasarnya melepas tautan telapak tangannya dengan telapak tangan Rangga. Keyla menatap Tania benci. Sedangkan yang di tatap Keyla, malah menatap Keyla datar. Tania melipat kedua tangannya di dada, menatap Keyla dengan senyum sinisnya. Tania harus bangkit! Ia lelah dalam posisi ini terus.

"Kenapa?"

"Lo?! Temen makan temen dasar! Gue kira hati lo tuh baik! Tapi ternyata, sama aja kayak iblis! Rebut pacar temen sendiri. Cih~" Bentak Keyla sambil menunjuk wajah Tania dengan jari telunjuknya. Ia menatap remeh Tania. Tania sendiri tertawa kecil atas bentakan Keyla kepadanya. Banyak mahasiswa-mahasiswi yang mulai bergerumun di sekitar Keyla dan Tania. Rangga, dia hanya diam menatap kejadian di depannya. Ia hanya menunggu, siapa yang akan menang di sini?

"Mbak kalo ngomong ngaca dulu dong! Ga punya kaca? Aduh kasian~
Hati lo tuh yang kayak iblis! Mau ya gue bocorin semua rahasia lo di sini? Mau gue bocorin semua kejahatan lo sama gue? Mau?" Ucap Tania dengan santainya. Keyla membulatkan matanya. Ia, harus berusaha agar Tania tak memberitahukan semua tentangnya. Bisa-bisa Keyla mati kutu kalau semuanya terbongkar.

"Lo? Ish lo tuh ya udah tau salah tapi gak mau di salahin! Mau lo apa hah? Udah rebut Rangga dari gue!"Sentak Keyla mengalihkan pembicaraan. Tania tersenyum kecut di sana. Tania, melangkah satu langkah ke depan. Menatap wajah Keyla yang dekat dengan wajahnya.

"Apa tadi gue ga salah denger? Coba ulangin lagi?" Tania dengan nada remehnya. Ia kini mundur kembali dan berdiri di samping Rangga.

"Lo? Argh shit!" Teriak Keyla. Ia kini berjalan mendekat ke arah Tania dan ingin meninju wajah Tania, namun dengan sigap, Rangga menahan tangan Keyla yang sudah siap meninju wajah Tania. Rangga menatap wajah pacarnya dengan datar.

"Bisa kan ga pake kekerasan? Lo cewek! Aturan lo malu kalo lo kayak gitu!" Rangga. Keyla membulatkan matanya. Rangga? Menggunakan kata 'lo-gue' dengannya? Ini memang sudah keterlaluan. Keyla tersenyum sinis ke arah Tania dan Rangga.

"Lo berdua? Haha sampah! Selamat tinggal aja buat salah satu di antara kalian." Keyla dengan tawa remehnya. Ia kini mengambil sesuatu dari saku celana jeans hitamnya.


Dleepp~


"Awh!"

"Astaghfirullah.."

Dengan segera Rangga memapah tubuh Tania yang perlahan jatuh di lantai koridor kampus. Semua yang ada di sini membulatkan matanya terkejut. Ternyata, Keyla mengambil pisau lipat dari dalam saku celananya dan menusukkan pisau itu ke arah perut Tania. Tania membulatkan matanya sambil memegangi perutnya yang kini mulai keluar darah segar. Rangga, Ia menatap benci ke arah Keyla.

"Lo! Satpam, tangkap wanita gila ini!" Teriak Rangga. Keyla yang takut di tangkap dan di masukkan ke dalam penjara oleh Rangga kini mulai berlari menjauh dari kerumunan mahasiswa-mahasiswi di sana.

Rangga kini membopong tubuh Tania dan membawanya berlari menuju mobilnya untuk di bawa ke Rumah Sakit.

"Tahan, Tan.. Gue yakin lo cewek kuat.." Gumam Rangga dengan wajah paniknya sambil terus berlari. Tania sendiri hanya memejamkan matanya secara terus-menerus untuk menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.


*
Rangga terus bolak-balik tak karuan di depan ruang UGD di Rumah Sakit Green Tara ini. Memang, antara Rumah Sakit dan Universitas yang Rangga dan Tania tempati itu masih satu yayasan jadi tak heran bila nama keduanya hampir mirip di tambah yayasan Tara ini adalah yayasan milik keluarga besar Rangga. Keyla sendiri sudah di tindak-lanjuti oleh pihak yang berwajib dan sudah di drop out oleh Universitas Tara.

"Rangga.."

Suara seorang lelaki yang berwibawa ini kini mampu membalikkan tubuh Rangga yang tengah berdiri membelakanginya. Rangga menghela nafas perlahan dan kini menghampiri si pemilik suara itu di tambah tiga orang di sebelahnya. Yang tadi bersuara adalah Rully, di temani Yudith sang istri, Kania dan Alan, orang tua dari Tania. Memang setelah kejadian itu, Rangga langsung menghubungi kedua orang tuanya dan orang tua Tania. Dan sangat kebetulan, kedua orang tua mereka sudah sampai di Bandara Soeta. Dalam artian, Tania dan Rangga sendiri, tak tahu bila kedua orang tua mereka akan pulang hari ini.

"Bagaimana keadaan Tania?" Tanya Alan. Alan sendiri kini tengah memeluk Kania sang istri yang tengah menangis karena takut putri semata wayangnya kenapa-kenapa di dalam sana.

"Aku kurang tau, om. Sampai saat ini, dokter belum keluar." Rangga. Kania sendiri semakin menangis tersedu.

"Lalu, kenapa ini semua bisa terjadi?" Tanya Yudith menatap wajah putra tunggalnya. Rangga menatap sang mamih dengan sendu.

"Nanti aku ceritakan. Yang pasti, Tania di tusuk oleh Keyla tadi." Rangga. Yudith menggelengkan kepalanya.

"Papih sudah memutuskan kerjasama dengan perusahaan ayahnya. Papih juga sudah mengurus semua kejahatan Keyla ke pihak kepolisian dan semua tentang Keyla di yayasan keluarga kita. Alan juga sama." Rully. Semua mengangguk tanda setuju. Tak lama, keluarlah seorang dokter wanita dari ruangan itu. Dokter itu melepas masker hijaunya.

"Keluarga Tania Rays?"

"Ya kami.." Jawab Alan sambil menuntun istrinya di ikuti Rully, Yudith, dan Rangga.

"Tania tidak apa-apa. Hanya kita jahit saja bagian perutnya yang terkena tusukan. Untung saja tusukannya tak terlalu dalam, jadi Tania kehilangan darah tak terlalu banyak." Ujar Dokter itu. Keluarga sendiri menghela nafas lega.

"Kapan kita bisa melihat keadaan Tania, dok?" Tanya Kania.

"Sebentar lagi, nanti kami akan pindahkan ke ruang rawat. Harap bersabar."


*
Semilir angin Pantai sangat menyejukkan hati yang tengah merundung duka. Tania berjalan di atas hamparan pasir putih itu dengan senyum khasnya. Rasanya, hidupnya kini sangat damai. Hatinya lepas, bagaikan tak ada ruji masalah yang menghalangi kedatangan kebahagiaan hatinya. Tania terus berjalan sambil sesekali merentangkan tangannya untuk menikmati kesejukan Pantai ini.

Tania kini duduk di hamparan pasir putih Pantai itu seorang diri. Tubuhnya menghadap ke arah Pantai yang sangat tenang itu. Ombaknya bergulung-gulung kecil dan sangat senang bermain sampai mereka pecah terkena hamparan batu Pantai. Tania tersenyum, Ia merasakan bahwa Ia sangat ingin berlama di sini.

Seseorang kini mengalungkan kedua tangan kekarnya di leher Tania. Tania menengok ke belakang. Di sana, sosok yang Ia rindukan tersenyum menatap wajahnya. Tania tersenyum, Ia kini menarik lengan pemuda itu agar melepas rangkulannya dan duduk di sampingnya. Pemuda itu menuruti apa keinginan Tania.

"Apa kabar, Gi?" Tanya Tania. Gio menatap wajah Tania di sampingnya dengan senyum khasnya. Tania membalas senyuman Gio.

"Aku baik. Kamu?"

"Aku, aku ga tau.." Jawab Tania lalu menundukkan kepalanya. Gio tersenyum, Ia kini mengangkat dagu Tania agar menatap wajahnya. Wajah Gio yang tampan dan amat sangat bersinar.

"Kamu kenapa? Kenapa sedih terus?" Tanya Gio. Mata Tania kini berkaca-kaca menatap wajah Gio di hadapannya.

"Aku kangen kamu, Gi.. Kenapa kamu cepet banget tinggalin akunya.. Maafin aku, gara-gara aku yang minta kamu ke rumah aku waktu itu, kamu.. Hks.. Kamu.." Tania. Ia tak kuat bila mengingat kejadian itu. Kejadian dimana di hari itu, kekasihnya di panggil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

"Husstt.. Udah aku ga apa-apa kok.. Kamu ga usah merasa bersalah.. Ini udah takdir Tuhan di mana udah waktunya aku kembali pada-Nya.. Kamu jangan sedih.." Ujar Gio dengan sangat lembut. Gio tersenyum lalu kini dia menghapus air mata Tania dengan kedua ibu jarinya.

"Tapi.. Hks.. Cuma kamu Gi yang ngertiin aku. Cuma kamu yang tulus sama aku.. Hks.. Aku kangen sama kamu.." Ujar Tania dengan tangisnya. Gio tersenyum kembali. Berharap dengan senyumnya, sosok yang sangat Ia cintai ini tenang.

"Hey! Bukan cuma aku aja, ada Rangga.." Gio. Tania menggelengkan kepalanya.

"No! Dia beda, Gi.. Dia ga ngertiin aku.. Dia sekarang menjauh dari aku demi gadis yang dia cintai sejak dulu.. Dia ga ngertiin aku, Gi~" Tania. Gio kini menggelengkan kepalanya membuat Tania menatap Gio heran.

"Dia ngertiin kamu. Dia tulus sama kamu. Percaya sama aku. Ada dia, yang bisa gantiin aku, Tan.." Gio. Tania menggelengkan kepalanya cepat sambil menangis.

"Memang dia dari dulu selalu care sama aku! Dia selalu ada di samping aku. Bahkan saat aku depresi karena kehilangan kamu, Dia yang semangatin aku.. Dia yang bangkitin aku.. Tapi selanjutnya, dia juga yang jatuhin aku lagi, Gi.. Dia yang buat aku sakit lagi.. Aku udah ga kuat.. Hks.." Tania. Gio menatap Tania sendu lalu kini, Ia memeluk Tania erat.

"Tania yang Gio kenal itu orang yang sangat strong. Tania yang Gio kenal itu ga pernah pantang menyerah buat dapetin apa yang dia inginkan. Ayo Tania.. Kamu bisa! Hati Rangga udah bisa kamu miliki! Hanya waktu, Tania."

"Kamu bohong! Rangga tega sama aku.. Rangga.. Rangga.. Hks.." Tania. Ia kini meremas kemeja putih bagian punggung yang Gio pakai dengan kuat. Inilah batas sabarnya, Inilah batas sakitnya. Tania sudah benar-benar tak kuat. Inilah titik rapuhnya.

"Suatu saat nanti, Rangga yang akan gantiin aku.. Suatu saat nanti, cinta kamu akan Rangga yang miliki. Tapi aku minta satu, Tania. Tetep simpan nama aku, tetep simpan hati aku di dalam ruang khusus di hati kamu. Jadikan aku sebagai salah satu kenangan indah kamu. Jangan pernah lupakan aku.. Aku, sangat mencintai kamu!" Gio. Tania melepas pelukan Gio dan menatap Gio dengan wajah yang sudah penuh akan air mata.

"Aku akan lakuin itu. Ga perlu kamu suruh, aku akan lakuin keinginan kamu, Gi.. Tapi, aku.. Aku pengen ikut kamu.." Tania. Ia menatap wajah tampan Gio dengan mata berkaca. Memang, inilah keinginan Tania. Ikut bersama Gio. Karena saat ini, Tania sudah tak kuat menghadapi prahara hatinya.

"Jangan ikut aku, sayang.. Di sana, banyak yang masih sayang sama kamu.. Banyak di sana yang khawatirin kamu karena kamu yang di sini sama aku.. Kembalilah! Ada Rangga, yang siap gantiin aku.."

"Tapi Gi.."

"Ust! Kamu kembali, aku juga kembali. Aku akan tetap awasin kamu dari atas. Lihat bintang, itulah aku. Kamu tetep yang kuat yah! Karena, kesedihan itu pasti berakhir kebahagiaan. Inget pesan aku tadi.." Ujar Gio sambil memegang kedua bahu Tania. Tania tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

"Believe me, Gi.. Terimakasih atas semua cinta, kasih sayang, pengorbanan, dan kenangan yang kamu kasih ke aku selama ini. Kamu, lelaki yang akan selalu aku ingat sebagai kebahagiaanku.. Tunggu aku, aku akan menyusul kamu suatu saat nanti.." Tania. Gio tersenyum. Gio kini memeluk Tania kembali.

"Oke.. Terimakasih juga atas semua yang kamu berikan sama aku, Tan.. Aku akan tunggu kamu di keabadian.. Love you~"


*
Rangga masih diam duduk di samping brankar Tania yang masih memejamkan matanya karena masih terkena obat bius. Rangga menggenggam telapak tangan Tania erat. Hatinya benar-benar abstrak kali ini. Rangga, merasa dirinya gagal menjaga Tania.

"Maafin gue, Gi.. Gue lalai jagain Tania.. Lo boleh marah sama gue.. Karena di sini, gue emang salah.." Rangga. Ia menundukkan kepalanya.

"Gatau rasa apa ini. Yang jelas, gue bener-bener ga mau kehilangan lo, Tan.. Gue belum pernah kayak gini sebelumnya.. Gue rasa.. Gue rasa gue emang bener-bener punya rasa yang lebih.. Lebih dari seorang sahabat.."

"Awalnya gue emang seneng banget pas Keyla terima gue jadi pacarnya.. Sampai-sampai gue selalu sama Keyla dan lupain lo. Tapi gue sadar, gue merasa ada yang kurang di hidup gue. Kita selalu bareng-bareng tiap hari, dan kayaknya akan selalu merasa kehilangan apabila sehari aja ga ketemu."

"Inilah awal rasa gue. Di saat lo marah sama gue. Di saat lo beda sama gue. Di saat lo cuek sama gue. Gue sakit. Hati gue sakit, Tan.."

"Saat ini, Gue belum berani bilang satu kata penuh makna itu. Saat ini, gue cuma berani. Kalo gue, ada rasa sama lo, Tania.."










To Be Continue.


Part ini abstrak ya?
Maaf yaa :')

Mari RCL! dan maaf typo(s)!


@MJenii_18